Sebuah Pesan Perasaan

            Angin mengabarkanku keadaan malam ini. Katanya bulan enggan menampakkan diri. Ia mengalah pada rintik hujan yang membasahi bumi, menebar manfaat untuk seluruh kehidupan makhluk-Nya. Aku pun tidak dapat menikmati rayuan malam seperti biasa. Realita menarikku pada sebuah keadaan.
            Aku ingat ketika itu, di suatu pagi yang tak terduga. Sebuah pertemuan ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa. Dedaunan seolah menggodaku untuk terus tersenyum. Seperti dulu, saat mata kita bertemu, aku tak mampu memandangmu terlalu lama.
            Adalah sepotong rindu yang segera terbayarkan. Namun, apa kabar hati? Apa kau baik-baik saja karena pertemuan itu? Ayolah, aku pun tak bermaksud untuk mengusikmu.
            Aku pun bertanya, apakah angin malam ini telah menyampaikan sebuah pesan perasaan yang terdalam? Kepadanya yang memiliki hati paling diam. Yang akhir-akhir ini, kubicarakan perihal dia dengan-Nya.
            Sungguh, kamu adalah orang yang baik. Tidak seperti sebagian banyak lelaki lain, kau mandiri dan berbakti pada orang tuamu terutama ibumu. Aku ingat perjuanganmu saat itu. Hatimu tulus dan lembut.
            Aku takut jika terlanjur karam pada hatimu yang paling dalam. Menyisakan beribu tanda tanya yang mencari jawaban. Namun, pada hari itu juga aku menemukan secercah cahaya yang melangitkan hatiku.
            Sepertinya, Allah telah menyampaikan pesan perasaanku padamu. Rasa peduli, keingintahuan, dan doa-doa yang terselip untukku. Semua sudah berbicara padaku dan aku berhasil menerjemahkannya dengan baik.
            Aku senang, tapi..
            Aku takut membuat Dia cemburu. Apakah hati yang seluas samudra ini hanya tersisip namamu? Tidak. Allah, Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam, dan kedua orang tuaku tentu semestinya memiliki ruang yang lebih besar dalam hatiku.
            Saat ini, aku sudah sangat bersyukur jika namaku yang terselip pada doamu dalam diam. Saat ini jika kamu belum mampu dan belum ingin memulai mitsaqan ghaliza, cukup langitkanlah doa-doa penawar rindu itu.
            Pada detik ini, aku pun masih ingin memperbaiki diri agar kelak semoga menjadi wanita yang cukup pantas dan baik untuk bersamamu. Karena aku ingin mencintaimu dengan cara yang diridhoi-Nya. Dan aku masih ingin mewujudkan cita-citaku untuk meraih kemuliaan itu, semoga Allah meluruskan niatku hanya untuk-Nya, bukan semata-mata karenamu.
            Aku berjanji pada diriku, tulisan ini adalah tulisan yang terakhir tentangmu. Terima kasih untuk semua perhatian, kebaikan, dan doa-doa selama ini. Aku senang, Allah menakdirkan kita bertemu untuk saling belajar, utamanya adalah belajar untuk mengikhlaskan.
            Namun, jika memang kamu adalah yang ditakdirkan Allah, suatu saat akan kutulis namamu dengan jelas di sini, di blog ini inshaallah. Jika tidak, biarlah hati ini berdamai dengan takdir terbaik dari-Nya, pasti Allah akan hadirkan yang terbaik untukku dan agamaku.
            Ingatlah pesanku, jangan terlalu lama untuk berani memulai mitsaqan ghaliza. Jangan kau paksakan dirimu untuk sukses terlebih dahulu. Tidak, aku tidak ingin kau berjuang sendiri. Marilah bersama-sama membangung semua hal dari bawah. Aku tahu ini sulit, namun percayalah jika iman ada pada diriku dan dirimu, kita akan saling memuliakan pada setiap keadaan.
            Sungguh, aku tidak bermain-main dengan tulisanku. Sesulit apa pun keadaan yang akan dihadapi, dengan pertolongan-Nya, inshaallah aku siap. Karena aku yakin pada keindahan akhlakmu dan aku pun adalah seorang perempuan yang butuh sebuah pembuktian dan kejelasan. Jangan terlalu lama. Karena kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus ditunda.
            Omong kosong bila usia menjadi alasan semua ini. Yang paling penting adalah kesiapan iman, penerimaan yang tulus, komitmen, dan rasa tanggungjawab yang besar. Bukankah dengan itu juga, separuh agama akan menjadi sempurna?
            Jika kau pikir dengan harta yang banyak akan bahagia. Salah. Lihatlah bagaimana kasus perceraian dan keretakan rumah tangga orang-orang yang memiliki uang lebih. Aku setuju bila hidup realistis adalah dengan memiliki uang. Tak apa sedikit, asalkan berkah dan halal. Dalam hal ini, mari belajar dari kisah Fatimah radhiallahu ‘anha yang sangat minim harta, bahkan beliau pernah menahan laparnya selama beberapa hari hingga kuninglah wajah beliau. Apakah rumah tangga Fatimah radhiallahu ‘anha hancur? TIDAK!
            Yakinkanlah diriku dan orangtuaku. Inshaallah, aku siap memulai dari bawah. Salah satu impian dari sekian banyak impianku adalah menjadi wanita yang pantas untuk menjadi penyejuk hati seseorang yang namanya tertulis di Lauhul Mahfudz.
            Aku harus benar-benar segera menepikan rasa ini atau ayat-ayat dari-Nya akan sulit bersamaku. Sabarlah selama beberapa waktu. Semoga aku, kamu, dan semua pembaca bisa menghadiahkan mahkota kemuliaan pada ayah dan ibu kelak di akhirat.  
            Untuk satu atau dua tahun ke depan, biarkan aku bermesraan dengan kemuliaan hakiki yang amat kucita-citakan dan semoga Allah menghendaki dan memudahkan niatku ini. Selama itu, maka namamu harus melayang jauh. Setelah itu, biarkah waktu yang menjawab apakah kamu berani membuktikan dengan pembuktian nyata yang dapat menyempurnakan separuh agama.
            Mari kita telusuri kembali kisah Fatimah radhiallahu ‘anha yang amat terkenal dengan cinta dalam diam. Namun, ketahuilah bahwa ada juga ungkapan Sayyidina Ali yaitu cinta dalam ikhtiar. Memang, aku setuju bahwa cinta dalam diam adalah hal yang teramat indah. Namun, jika kamu terus saja memendam itu semua tanpa ikhtiar yang nyata apakah bisa disebut sebuah kebaikan?
Aku bukannya terburu-buru, karena proses telah kusemai dan kurawat selama ini, semoga ada buah kebaikan yang akan kupetik karenanya. Bukankah, kehidupan dunia adalah fana, bahkan diumpamakan hanya mampir minum. Jadi, bukanlah suatu ketidakbaikan jika seseorang ingin segera menyempurnakan separuh agamanya dan menempuh ibadah terlama dalam kehidupan. Yang disemogakan akan dipertemukan pula pada tempat peristirahatan terindah, adalah surga yang dijanjikan Allah. Hal tersebut juga dapat menjaga kehormatan diri, pandangan, dan menghindari fitnah di zaman ini.
Maka, sekali lagi, jangan terlalu lama. Beranilah menyatakan karena ada hati yang sedang menunggu. Ini adalah tulisan terakhir yang bercerita tentangmu jika kamu bukanlah ketetapan terindah itu, semoga Allah selalu menjaga iman yang ada pada dirimu dan melancarkan proses studimu, aamiin..

Sekarang aku pasrahkan semua rasa pada-Nya. Mengikhlaskan segala rindu dan harapan. Ya Allah, Engkau tahu yang terbaik untukku, makan bantulah aku untuk ikhlas dan menerima.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel