Hati yang Independen

by targer.golden-dragon
            Malam yang sunyi. Sesunyi pikiranku yang sedang menerka. Aku yang bingung, aku yang hhh.. besok UH bahasa Jepang 6 bab oi, entah harus ketawa apa mending gue tinggal tidur aja. Hiragana, katakana yang membuat tuing-tuing. Hh, apaan sih paragraf awal yang bener-bener gaje.
            OK, forget it guys. Doain aja besok gak ketiduran dan lancar ngerjainnya, aamiin. Disini gue ga bakal curhat tentang si hiragana, katakana, kanji, atau pun sebangsa mereka. Cukup gue aja yang mencoba mengerti. Ini berat, biar elo aja jangan gue yaa wkk.. Jadi gini..
            Eum, masa SMA sebentar lagi akan berakhir. Kisah paling populer sepanjang masa ketika masa putih abu-abu adalah mengenai kisah kasih di sekolah. Yep, masa SMA identik dengan masa-masa indah buat pacaran (ini kata mereka). Tapi, gue punya pandangan berbeda mengenai hal ini..
            Menurut gue sih ya, masa SMA itu nggak melulu mengenai masalah roman picisan. Disini gue belajar banyak hal. Tentang berorganisasi, mengenal banyak teman dengan berbagai karakter, belajar public speaking untuk lomba debat ilmiah, dan belajar memahami satu sama lain. Emang bener sih pasti ada lah kisah roman yang hinggap pas SMA. Tapi pacaran sendiri kan haram dalam Islam. Jadi, jomblo di masa SMA itu bukanlah aib tapi anugrah..
            Lo mau nulis apa sih Zal? To the point donk~ cepet buruan nulis terus belajar bahasa Jepang lagi! Biar ga remed!
            Hehe, ok dah.. Jadi ini tentang.. Ehem, sebuah kesadaran penuh dari hati gue terdalam
            Hah? Maksud lo?
            Yap, mendalami apa makna mengikhlaskan yang sesungguhnya. Maaf kali ini gue ga bisa nulis detailnya.
            Jadi gini, ada lah seseorang yang dengan baik menawarkan kebaikan buat gue. Disini gue merasa gimana yaa.. Ada sesuatu yang beda. Gue merasa dihargai. Dia beda lah. Lucu sekaligus excited ketika gue mengetahui kalau dia menanyakan perihal gue lewat temen gue.
            Hmm, wajar kan kalau ada perasaan yang gimana yaa sama dia. Pernah pada suatu titik, ketika gue mengetahui what does he really feels about me, gue terlalu dalam berharap dan senyum-senyum gaje ketika dia mengetikkan pesan saat itu. Kalau di buku Ibnu Qoyyim mah ini bisa jadi isyq.
            Apa itu isyq? Cari aja sendiri :p
            Pokoknya bahaya lah, gak enak, bikin gak tenang, menjauhkan dari Allah. Hmm..
            Terus semakin ke sini gue merasa ada yang hilang. Apa mungkin kalau ibarat cahaya, cahaya hati gue burem, hampir redup.
            Gue tersadar ketika baca kutipan dari penulis favorit gue kalau cinta sejati itu sebenernya MELEPASKAN. Dia nggak boleh egois, nggak boleh digenggam terlalu erat. Toh, kalau cinta sejati bakal balik sendiri tapi kalau bukan berarti dia memang buka cinta sejati kita. Sesederhana itu.
            BOOM!
            Secara perlahan, gue pun sadar sesadar sadar sadarnya kalau selama ini gue salah. Emang pas masa SMA emosi dan iman masih labil. Mungkin, menurut kebanyakan orang ini hal yang lumrah tapi nggak bagi orang yang udah ngaji.
            Pada titik ini, saat gue nulis ini gue sadar kalau kita baru jatuh cinta sama seseorang itu bukanlah suatu perkara yang remeh. Apalagi dalam Islam, ketika dua insan saling mencintai obat yang paling mujarab adalah dengan menikah. Menikah sendiri adalah mitsaqan ghaliza, perjanjian yang begitu sakral, berat, kuat, dan indah.
            Ya Rabb..
            Daripada gue dan kalian sibuk mikir kapan nikah kapan nikah kapan nikah.. #selfreminder buat gue juga, kalau mendingan kita memperbaiki diri dulu. Supaya besok siap dan hebat jika sudah waktunya. Satu lagi, niatkan karena Allah bukan hanya karena si doi yang udah tertulis di Lauhul Mahfudz.
            Mungkin juga saat ini ada yang ingin segera menikah hanya karena ingin. Menikah itu harus dilandasi rasa cinta kepada-Nya. Luruskan niat untuk menyempurnakan separuh agama agar bernilai ibadah sepanjang masa. Bukan cuma karena pengen aja.
            Lah, gue yang masih fakir ilmu begini BELUM SIAP menikah. Berapa banyak buku mengenai fiqh nikah yang udah gue baca? Macam Mahkota Pengantin, Jodoh Dunia Akhirat, bahkan buku setebal kamus yang melelahkan. Gue mah apa atuh, masih milih baca novel atau liat Doraemon di hari libur. Seberapa banyak kajian atau seminar pra-nikah yang gue ikuti? Hh, bakal diketawain orang tua kalau ikut acara begituan. Lalu yang terpenting, sudah siapkah gue menerima orang asing dalam kehidupan.
            Nah setelah gue mikir begitu, saat jatuh cinta kita nggak boleh egois. Apalagi cuma menuruti hawa nafsu yang mengatakan supaya cepet-cepet nikah. Apalagi kita perempuan dan dia cowok. Mungkin dia yang baru lo cinta, juga mikir gimana dapet pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan lo kelak. Ok, sekarang bagi yang kebelet nikah akan bilang gapapa dikit asalkan berdua terus. Dikit di sini seberapa banyak? Kita hidup harus realistis.
            Berikan dulu kesempatan untuk laki-laki itu agar siap lahir batin. Karena ehem, pas gue ikut seminar pra-nikah (jangan ketawa woi, gue diajak temen kan ga enak kalau nolak) kata pembicara saat itu kalau kehidupan rumah tangga ga seenak yang dibayangin para jomblo saat ini. Tahun pertama sampai kelima, masa-masa indah dan mungkin cuma konflik kecil aja. Tapi setelah itu, mulai terlihat lah watak asli, kekurangan, bahkan keburukan dari pasangan masing-masing. Yang awal-awal nikah rajin ngaji, sabar tapi pas udah tahun ke-sekian bisa jadi dia berubah. Uh, so scared.
            Mumpung masih jomblo, mending kita bikin diri kita layak dulu. Misal lo pengen dapet suami yang alim, hafiz, berkecukupan. Look inside. Apakah kita layak menjadi istri dari seorang hafiz itu?
            Rawat diri lo sendiri sehingga lo bisa menjadi orang hebat yang akan mendampingi orang hebat pula. Kan nggak lucu seumpama sekarang gue super duper pengen nikah tapi cuma modal ingin doank. Paling nggak harus banyak-banyak baca atau ikut kajian supaya kualitas diri bisa naik dengan ilmu yang didapet. Kalau pengen dapet suami yang ngajinya merdu plus hafiz, paling nggak kitanya juga harus berusaha menjadi seperti itu.
            Jangan salah juga dalam milih pasangan. Karena dia lah yang akan menjadi ayah dari anak-anak kelak. Gue pernah baca kata seorang ulama, siapa ya, duh lupa, tapi intinya kita tuh bisa berbuat baik pada anak sebelum dilahirkan. Gimana caranya? Yup, dengan memilih pasangan yang sholih, yang bisa menjadi ayah yang baik dan ikut mendidik generasi rabbani yang akan mendatang.
            Eh wait, kok gue nulis sampai anak, nikah padahal awalnya tentang SMA. Hehe, gapapa deh ya untuk pengetahuan bersama.
            Hmm, sampai sini gue mengaku dari hati terdalam kalau hati gue alhamdulillah nggak terikat dengan nama seseorang. Serius, gue rasanya kayak lega gitu bisa melepaskan dia dengan seikhlas-ikhlasnya. Kalau jodoh pasti balik, tapi kalau nggak, pasti akan ada seseorang yang baik bak pangeran berkuda putih yang akan menjadi imam terbaik gue, yang akan menuntun gue menjadi orang baik dan menuju syurga-Nya. Di sini pun dia bukan orang yang sempurna, dan gue harus siap melengkapi ketidaksempurnaan itu.
            Disini juga gue belajar untuk menghargai perasaan seseorang. I mean, seumpama ada seseorang yang suka sama lo sebut si Y, di waktu yang sama lo suka sama si X dan si X itu suka sama lo juga tapi si X ini ga satu kota sama lo karena dia harus kuliah atau mungkin sesuatu yang lain. Nah, at least you must appreciate what does he feels to you. Jangan menyakiti perasaan si Y, paling tidak berbuat baiklah. Hmm, berusaha menghargai perasaan seseorang yang suka sama kita, sulit kah? Tergantung pribadi masing-masing cuy..

            Udah jam segini nih, enaknya belajar bahasa Jepang atau tidur yak.. bentar sebelum gue akhiri tulisan ini, gue mau bilang.. Inshaallah, gue ga akan berharap sama seseorang yang belum jelas kapan ngelamarnya *eeh maksudnya sama seseorang yang belum halal, takut jatuh ke isyq. Kedua, gue ga akan kepikiran pengen nikah kalau ilmu dan kualitas diri gue belum sebanding dengan jodoh yang gue impikan, karena nikah itu nggak cuma satu atau dua hari tapi seumur hidup mblo, jadi butuh ilmu dan jangan salah pilih.. Emang sih, rasanya seneng sekaligus baper pas liat pasangan yang udah sama-sama kenal sunnah yang cowok ga isbal dan istrinya bercadar bergandengan dengan mesra tapi kan gue butuh belajar dulu, butuh kesiapan yang bener-bener mateng. Terus, yang terakhir.. Bukan siapa yang berani mengetuk hati gue duluan  lalu nggak pernah ngasih kepastian, tapi gue akan lebih menghargai siapa yang mau berjuang lebih untuk ini. Sekian~

10 Komentar untuk "Hati yang Independen"

  1. Setuju sekali Zal. Anak sayapun kalau curhat masalah cowok idaman saya selalu katakan untuk memantaskan dengan dirinya. Kedengarannya berat ya, tapi memang seharusnya begitu kan yaa..

    Yang penting saya berusaha memberikan pengaruh positif pada setiap kegiatan dan pergaulannya. Misalnya saya paksakan anak saya untuk ikut kegiatan Rohis di sekolahnya, tadinya enggan tetapi saya paksa dan akhirnya dia mau. Sekarang dia sudah mulai menikmati kegiatan Rohisnya itu.

    Semoga pada saatnya nanti Zalfa akan menemukan Pangeran idaman sesuai dengan keinginan hati, yang telah berjuang untuk mengetuk hati.. hehe.. cieh cieh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ya rabbal 'alamin.. Duh, mba Anjar bisa aja😂 Jadi malu nih wkk.. Ga cuma berjuang untuk mengetuk hati, tapi harus punya nyali juga mengetuk hati kedua orangtua agar direstui *tsaah haha

      Hapus
  2. Yupz.. setuju, mending begitu, membebaskan hati dan memantaskan diri, toh kalau jodoh pasti bertemu lagi. Kalau enggak jodoh, Insya Allah akan dipertemukan dengan yang lebih baik. Semangat saja terus belajarnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siip dah.. Karena emang puncak dari kedewasaan iman ketika kita bisa melepaskan sesuatu yang Allah tidak suka walau kita suka :)) just my opini sih, ehe

      Hapus
  3. Daripada baper lihat orang yang udah nikah, mending belajar bahasa Jepang aja, siapa tahu ntar dapat pangeran yang sholeh dan pandai berbahasa Jepang, hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduh, bisa aja sih mba haha.. Yakali, ada pangeran sholeh yang pinter bahasa Jepang nyungsep ke Indonesia, yang ada mah sama-sama bingung karena aku pun ga terlalu give attention untuk mapel bahasa Jepang wkk

      Hapus
  4. MasyaAllah akhirnya bisa melepaskan.. Tapi kalau suatu saat de e teko ojo dicueki yaa :3 he is rare soul

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaah kok kamu baca juga sih :(( mau datang apa ga, kalau dia datang dengan keimanan dan kebaikan kenapa harus dicuekin, kan kasian atuh :))

      Hapus
  5. Jaman saya sma, malah masih takut pacaran mba" saya di sukai ama temen aja..takut.hheee
    Tapi ada kalanya indah juga si kalo main pacaran..hee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah Pak saya selama SMA sampai sekarang ini ga pacaran dan ini merupakan prinsip yang saya pegang erat sampai menikah nanti.. So, don't worry anymore kalau saya ga bakal pacaran sebelum menikah inshaallah

      Hapus

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel