LGBT? Feminisme? Orang Baik? Bisakah?

doc pribadi: once in my life, blur

Hi gais, balik lagi di blog gue! Kali ini gue sendiri yang akan menuliskan sesuatu. Apakah itu? mengenai.. circle dan sesuatu yang penting

yap! Setiap orang pasti punya lingkaran pertemanannya masing-masing. Yang suka baca buku, secara gasadar dia bakal ada di club pencinta buku. Yang anaknya ilmiah abeez, suka ikut lomba, dia pasti bakal mudah ditemukan di ukm keilmiahan. Yang suka guling-guling di lantai karena gabut secara ga langsung dia pasti akan ikut di.. eh yang ini ga ada. Skip.skip. don’t mind.

Nah, gue pernah tuh baca suatu hadist rasul yang intinya kalau kita itu seperti ruh, lo ngerasa ga sih kalau lo temenan sama orang yang sikap mau pun perilakunya ga jauh sama diri lo sendiri? Nah! That’s it, bagaikan cermin, kalau mau lihat bagaimana seseorang lihat aja temennya nongkrong atau ngopi siapa, dari situ bisa ketebak bagaimana. Rasul pun juga gitu, kalau kita mau melihat baiknya agama seseorang, lihatlah temannya.

Tapi nih gaes, ga fair donk yaa kalau orang baik cuma ngumpul sama orang baik doank? Teringat suatu pertemuan di truntum cafe, saat itu ada kumpul youlead dengan menghadirkan mas naren. Sepenangkap gue sih, ini termasuk privilege yaa ketika lingkungan kita baik-baik aja, produktif, punya mimpi yang tinggi dan saling support, orangnya ga aneh-aneh, gapernah clubbing atau yaa hal semacam itu tapi kalau kita mainnya sama orang baik terus lantas siapa yang mengambil tanggungjawab untuk mendakwahi orang-orang di luar circle kebaikan itu?

tapi zal, gue kalau ikut terjerumus gimana?

Jawaban gue, nope. Percayalah bagi lo yang sekarang merasa di lingkungan baik-baik, di luar sana kehidupan ga sebaik yang kita pikirkan. Masih banyak kok orang yang menganggap kalau seks di luar nikah itu, fine fine aja. Masih banyak kok orang yang yang beranggapan bahwa lgbt itu yaa bagus-bagus aja, asalkan ga merugikan yang lain. Masih banyak kok yang gangerti caranya berwudhu dengan benar daaan lainnya.

Siapa yang mau ambil tanggungjawab kalau kita ga mau keluar comfort zone dengan dalih biarlah gue berteman dengan yang sekufu yang lain biar lah berlalu.

Ga gais. Jadi, pernah yaa gue itu ada diantara 2 circle yaa bener-bener beda. Di circle satunya nih isinya orang-orang alim, taat agama, pakaiannya gausa ditanya, beuh syar’i! Nah, di sisi lain juga gue ada di circle dimana ada orang yang mendukung lgbt, menggemborkan kalau feminisme itu suatu kebaikan. Kok bisa zal? Ya bisa lah! Di kampus kan latar belakang orang banyak.

Nah kata mas naren nih, gue kan sempet tanya yaa perihal gue yang ada di 2 circle itu apakah gue harus hengkang dari circle yang pro lgbt itu atau masih stay. Dia bilang yaa sebaiknya sebisa mungkin gue ambil tanggunggjawab dengan cara masuk ke core mereka. I mean, know their fondness and try to in it! Coba cari apa kesukaan mereka, misal nih saat itu baru heboh drakor goblin, gue sendiri ga ga ga nonton drakor kecuali the jewel in the palace yang mana itu adalah serial sejarah. Nah, untuk masuk ke core mereka coba liat goblin walau sejenak ntar pas ngobrol coba singgung deh, pasti obrolan bakal berlanjut dan mengalir! Setelah itu coba sedikit-sedikit masukkan nilai kebaikan. Kalau gabisa, yauda cabut aja. Gitu.

Nah dari situ, gue sekarang mencoba berpikiran moderat dan lebih terbuka. Apalagi, alhamdulillah setelah diterima magang menjadi jurnalis di kampus gue, gue banyak bertemu orang dengan latar belakang yang beda. Pernah gue wawancara orang yang buaiknya mashaallah, pernah juga wawancara anak seni yang anti mainstream banget, pernah juga wawancara temen-temen yang udah go internasional, d e e l e l. Darisitu, gue banyak belajar!

Iya, biasanya setelah wawancara usai, gue ga langsung pergi gitu aja. Gatau yaa yang bener apakah langsung bilang terimakasih dan permisi sampai jumpa. Tapi, gue pikir ada baiknya untuk duduk sejenak sambil mendengarkan kisah narasumber yang ngalor ngidul, bahkan pernah ada yang curhat masalah asmara padahal baru sekali itu ketemu, dipikirnya gue pro apa dalam begituan wkwk, nope. Ya gue kan pendengar yang baik. ga jarang gue dapat banyak hikmah setelah percakapan ngalor ngidul itu.

Dari situ biasanya gue nambah temen entah di dunia nyata mau pun maya. Ada yang jadi saling save nomor wa, jadi bisa saling lihat story. Eh tapi, kadang gue ketawa, kayak pas wawancara mahasiswa kkn karena cuma dapet nomornya nama kontaknya gue save jadi kkn dimana dia berada misal kkn manado, kkn ntt, dll wkwk, padahal harusnya mas atau mbak siapa gitu eh tapi sekarang beberapa udah gue ganti karena tau namanya :d Darisitu, circle gue gacuma anak ski yang alim aja, kalau dipikir-pikir gue juga terhura gitu bisa stay di ski wkwk, gue masih merangkak untuk menyusul temen-temen yang mashaallah menurut gue baik-baik.

Nah darisini gue pikir, gue gabisa menerapkan metode dakwah kayak pas awal dulu yang langsung memvonis tanpa lihat culturenya kayak gimana. Kayak kemarin malam, gue baru aja tau suatu karya seni yang, emm, gimana yaa bilangnya, woaa bagus dan keren banget menurut gue! Di sisi lain membawa unsur modern namun budaya jawa ada disitu. Kalau misal gue nanya ke circle yang moderat kayak gue yaa mereka sama bakal bilang keren tapi nih misal gue menunjukkan karya itu ke anak-anak yang udah ngaji lama, mungkin gue bakal diceramahin.

Nah gaes, gue jadi butuh deep talk dulu dalam pikiran kalau mau ngepost something. Dimana ga terlihat kaku banget namun juga ga keluar dari syariat. So, gaes, gue pikir ini penting untuk memikirkan apakah selama ini kita merasa ada di lingkungan baik tapi boleh jadi allah inginkan kita agar menjadi perantara hidayah bagi orang yang belum mengenal islam secara mendalam. Karena berdakwah itu juga butuh seni, ada metodenya dan liat siapakah sasaran dakwah kita. So, be wise yah dalam menasehati!

Salam hangat dari gue, yang terkesiap karena beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba dapat notif media sosial dari seorang teman yang sepertinya kita pernah bertemu di bagian indonesia paling ujung barat.


2 Komentar untuk "LGBT? Feminisme? Orang Baik? Bisakah? "

  1. Kalau saya jujur memilih cuek menyikapi LGBT dan sebagainya itu, sebagai personal.
    Tapi sebagai ibu, saya sungguh nggak tenang kalau kaum tersebut bisa lebih leluasa lagi :(

    BalasHapus
  2. sekarang di sini (Malaysia) sedikit kecoh apabila seorang mak nyah aka pondan aka transgender berkelakuan sangat tidak sopan sedangkan pada awal tahun ini dia baru saja pulang dari mengerjakan umrah... dia memang selalu buat kontroversi. dan hari ini pula seorang lagi transgender marahkan para ustaz kerana menegur golongan ini dan mengajak bersemuka untuk selesaikan isu ini. arghhhh dunia semakin dekat dengan kiamat

    BalasHapus

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel