Hati Tak Bisa Dipaksa
Sabtu, 24 Maret 2018
Edit
image by : kawanimut |
Hi readers!
Hope your day will going fine today. Well, selama seminggu ini
gue baru USBN (Ujian Sekolah Berbasis Nasional). Serem yaa.. Ya iyalah USBN kan
penentu kelulusan. Bahkan, belum selesai. USBN di tempat gue berakhir pada hari
Selasa besok and after that, I should prepare myself to do National Exam
(UN). Oh my, cepet banget gue bakal lulus dan ga berstatus sebagai anak
SMA lagi. Semoga gue dan temen-temen di seluruh Indonesia yang baru USBN dan
akan UN diberi kemudahan dan nilai yang baik, aamiin..
Hh, gimana yaa..
Kok semakin kesini hati gue nggak sreg.. Nggak sreg sama ini..
Jadi, dari dulu
cita-cita gue kan pengen jadi guru. Entah guru apalah yang penting jangan jadi
guru matematika atau ekonomi, uh gue ga suka itung-itungan kecuali ngitung duit
itu beda lagi, wkk. Nah, jadilah gue kemarin saat SNMPTN milih jurusan FKIP di
UNS. Awalnya, gue pengen nyoba di univ gudang calon guru. Hayooo tau gak
dimana? Yap, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tapi orangtua ga ngebolehin
gue kuliah di Jogja, mending yang deket-deket aja kata beliau berdua. Jadilah gue
ambil pilihan pertama FKIP di UNS. FKIP jurusan apa yang gue pilih? Well, as
you read, gue pengen jadi guru untuk anak-anak berkebutuhan khusus, so
pilihan pertama gue ambil FKIP Pendidikan Luar Biasa dan pilihan kedua gue
ambil FKIP Bahasa Inggris. Baru deh pilihan ketiga (yang peluang keterimanya
keciiil banget karena berada di pilihan ketiga) gue milih FKIP bahasa Inggris
di UNY.
Pasti kalau ada
tetangga nanya, “Setelah lulus SMA mau kuliah dimana dan ambil jurusan apa?” Gue jawab “Inshaallah FKIP PLB UNS. Mereka
kayak masang muka “What the, serius lo?” Bahkan tetangga gue bilang “Apa
nggak eman-eman kalau kamu ambil FKIP SLB? Nanti kamu ngajar anak-anak yang kayak
gitu lho.” Heal the world, emang kenapa hah kalau gue ngajar
anak-anak kayak mereka? Gue kzl kalau ada orang yang mandang aneh, payah, dan
meremehkan anak berkebutuhan khusus. Bagaimana pun juga mereka manusia lho. Don’t
underestimate them as you think woy!
Temen gue juga
gitu, “Zal ambil apa pas SNMPTN kemarin?” Gue jawab FKIP SLB UNS. Well they
said, kok kamu malah ambil itu sih, kok nggak masuk Hubungan Internasional
aja sih, kamu kemanain kemampuan bahasa Inggrismu, kenapa kenapa kenapa dan
banyak kenapa lainnya. Well, it’s my life and I deserve choose what I do
love and really needed.
Tapi ada sih kata
temen nyokap gue yang bilang “Wah bagus donk mba. Guru SLB kan pahalanya
banyak.” Aaamiin dah. Ini nih yang pikirannya bagus, nggak merendahkan, dan spread
postive vibes.
Gue suka
orang-orang yang selalu memandang positif setiap masalah seperti temen nyokap
di atas. Komen-komen negatif mah yaudah lah ya nggak usah digagas. Emang niat
gue udah bulat.
Tapi, apa yang
bikin gue nggak sreg? Apa karena jurusan yang gue ambil?
Bukan, bukan itu.
Gue, gue belum
bisa ikhlas sepenuhnya kalau ternyata setelah lulus SMA gue harus kuliah. Hati
gue ngga bisa dipaksa, dia masih tetep pengen mondok. Coba kalau hati kecil gue
bisa berbicara, dia bakal dengan tegas menyatakan kalau pengen mondok.
Asli, gue antara
50% aja belum bisa ngasih hati ke dunia perguruan tinggi. Well, bukan
karena apa-apa sih, ya intinya gue pengen mondok dulu dan meraih cita-cita
hidup, projek terbesar gue di pondok itu. Karena setelah gue cari informasi
kesana-sini, di deket UNS emang ada pesantren mahasiswa, jadi kuliah bisa
disambi mondok. Tapi namanya juga diduakan, pasti ga bisa fokus lah ya. Target hafalan
di pondok ini pun 5 juz Al Qur’an sampai lulus. Gue merasa nyesek dan hhh, ga
mau ngetik lanjutannya..
Gini, gue nggak
berani ngomong ke orangtua takutnya mengecewakan beliau berdua. Beliau berdua
kan pengennya gue bisa kuliah manfaatin peluang SNMPTN dan bisa kuliah di univ
negeri, tapi di sisi lain hati ga bisa dipaksa, gue punya keinginan kuat masuk
pondok buat nyelesein sesuatu di sana. Kan kalau di pondok bakal intensif, Al
Qur’an ga diduakan. Kalau di pesantren mahasiswa, ga bisa intensif.
Ga ada pilihan
lain selain gue harus mengorbankan keinginan gue sendiri. Hh, gue harap semoga
gue ga keterima SNMPTN, SBMPTN tahun ini biar gue bisa masuk pondok dulu,
aamiin.. Mungkin ini harapan yang aneh, tapi gue pengennya gitu. Jujur ya,
kemarin pas gue daftar SNMPTN ada yang kelewatan gue bener-bener lupa masukin
piagam gue disitu. Padahal tuh piagam lumayan, bisa nambah nilai karena piagam
gue alhamdulillah juara 2 tingkat provinsi Jawa Tengah. Ini bener-bener nggak
gue sengaja, tapi apakah mungkin ini skenario Allah biar gue emm ya gimana ya,
biar gue bisa melakukan apa yang bener-bener gue mau. Sst, jangan bilang-bilang
ke ortu gue ya kalau gue lupa masukin tuh piagam.. Karena waktu expo campus
kemarin mbak-mbak UNS juga bilang kalau FKIP SLB di UNS itu peminatnya juga
banyak sekarang, melihat peluang kerja yang menjanjikan inshaallah di masa
depannya.
Sekarang gue cuma
bisa pasrah gimana ke depannya. Harapan gue ya gitu, bisa mondok dulu. Semoga
Allah membalikkan hati kedua orangtua agar tiba-tiba gue disuruh masuk pondok,
bakal seneng guling-guling dah gue.. Karena dalam suatu hadist kita disuruh
memanfaatkan waktu luang sebelum datang waktu sibuk. Kalau nggak habis SMA
kapan lagi? :”” hiks..
Mau ke pondok
habis kuliah? Kemungkinan keciiil.. Mungkin saat itu gue akan disibukkan cari
kerja, ngurus hal-hal lain, menerima jodoh bertamu di rumah *eeh..
Nggak ada jalan
lain juga selain gue harus bisa belajar berdamai sama hati gue sendiri agar
menerima ketetapan yang ada. Ya Rabb, kalau pun bukan gue yang pantas meraih
gelar mulia itu semoga kelak adik gue Yumna, atau mungkin anak-anak gue kelak,
aamiin..
Wahai hati, mari
mulai sekarang mari kita bekerjasama untuk belajar menerima. Sulit? Memang.. Tapi,
adakah sesuatu yang lebih indah daripada ketika kita mau mengorbankan cita
tertinggi untuk kebahagiaan orangtua? Senyum donk, jangan cemberut..
#SELFREMINDER #NOTEtoMYSELF
Satu lagi, pesan
untuk orang-orang yang sedang menyandang status sebagai orangtua, maaf bukan
bermaksud menggurui.. tolong ya sebaiknya tidak terlalu dipaksakan pilihan Ayah
dan Bunda pada anak-anak :)) biarkan mereka bebas memilih jalan dan cita-cita
yang benar-benar mereka inginkan dan mereka cintai selama masih berada di jalan
kebaikan dan syariat Islam, apalagi jika cita mereka adalah menjadi
hafidz/hafidzah Qur’an.. sangat indah bukan? Mereka yang akan menolong Ayah dan
Bunda di akhirat kelak, inshaallah.. Karena di akhirat kelak akan banyak
orangua yang lebih membutuhkan anak-anak yang sholih dan sholihah apalagi
mashaallah yang penghafal Al Qur’an daripada anak yang berhasil menyandang
titel sarjana, profesor, doktor, karena anak-anak sholih/ah lah yang mampu
menuntun Ayah dan Bunda masuk ke dalam syurga-Nya, inshaallah..
Sekian, semoga semua berbahagia..