Red Velvet Stories


            pada sore yang sedikit cemas, memesan green tea adalah ide terbaik untuk menghabiskan akhir pekan. Ditemani gerimis yang turun sebentar, menambah sendu keadaan. Ketika, aku mulai duduk di sebuah kafe, memesan minuman favoritku, barista mengatakan bahwa matcha latte sedang kosong. Ah, dia belum tahu lebih kosong kala itu, saat mendengar pernyataan seseorang di ujung telepon sana.
            ya sudah, red velvet satu ya.” Kataku akhirnya.

Hasil gambar untuk red velvet latte
tanamera coffee

            Dia mengangguk dan segera meramu rasa. Aku memandang lurus ke luar jendela. Ordinary. Tidak ada yang istimewa dan menarik minat. Pemandangan jalanan yang macet namun terbantu dengan desain halaman kafe yang minimalis dan elegan.
            dik, maaf.” Suara seseorang di ujung telepon sana setelah mengucap salam.
          bulan depan, itu berarti sebentar lagi. Keputusan abah sudah bulat. Seluruh pengajar juga mendukung untuk berangkat. Saya tidak bisa menolak permintaan mereka. Maaf, sepertinya kenangan itu hanya bisa tercipta sejauh 2.883 km. Seharusnya pula, saya tidak muncul dan menemukan sebuah jurnal yang terjatuh darimu sore itu. tak akan ada kisah seperti ini. Ah, ya sudah, mungkin ini teguran dari allah agar saya lebih hati-hati dengan hati. Mungkin pula, saya memang salah. Saya tidak memberitahumu akan datang sebagai tamu atau penyaji rasa. Kau pun menjadi bingung untuk menyediakan kopi atau hati.”
            Aku terdiam cukup lama. Napasku tertahan beberapa saat.
            dik, maafkan ya.”
            halo, apa kamu mendengar saya?”
            dik..”
            “dik..”
            Aku memutus sambungan.
            Cukup.
           Muak dengan pengobral mimpi indah di kemudian hari yang menjanjikan untuk hidup bahagia selamanya bak kehidupan di negeri dongeng. 
            Wahai, harus berapa kali kamu diingatkan dengan ungkapan indah imam syafi’i rahimahullah tentang perihnya sebuah pengharapan kepada manusia. Tidak akan pernah berakhir manis seperti cup cake di kafe ini.
          silakan dinikmati kak. Red velvet yang dibuat dengan penuh cinta untuk hati yang termanis!” barista bertubuh tegap itu membuyarkan lamunanku.
            oh, well. Thank you!” aku mencoba tersenyum dan mengapresiasinya.
            it doesn’t matter miss.”
            Ia segera berlalu. Aku memandang sebuah cangkir dengan red velvet di dalamnya. terlihat ceria, walau tidak menjanjikan ketenangan seperti matcha, ia tidak boleh kuremehkan.
            Perlahan, aku teringat sesuatu yang sudah lama kutinggalkan, kapan pula terakhir kali aku bercengkarama dengannya. hatiku berdesir. Aku segera meraba totebag navy-ku, sebuah buku saku berukuran lumayan tebal, hampir tidak lecet karena jarang kusentuh. Tak terasa, air mataku menetes.
            Al qur’anul karim.
            Yaa rabb, sudah berapa lama aku tidak mengindahkan ayat-ayat cinta dari-mu? Lebih senang berspekulasi terhadap rasa yang berdampak pada derita. Aku kembali yaa rabb, aku tidak mau lagi terjatuh dalam angan semu. Kau lebih mengetahui segala hal maka kau ciptakan perintah dan larangan untuk kebaikan umat manusia sendiri. yaa rabb, i’m yours, willingly i’ll leave something that you forbid.


Surakarta, 21 oktober 2019,
dini hari dengan hati lapang dan cerah ceria
           

11 Komentar untuk "Red Velvet Stories"

  1. Jadi ingin nyobain Red velvetnya juga, kelihatannya enak banget heheh.

    BalasHapus
  2. samaaa aku juga muak ngbrolin mimpi indah yg cm jd harapan semu, eh
    wkwkwk
    ugh seger red velvetnya

    BalasHapus
  3. baru tau minuman rasa red velvet, kayaknya seger ya..

    BalasHapus
  4. Wgwgwg baristanyaaaaa bisa ajaaaa anjir wgwgw :D

    Btw, ku baru kemarin nyicipin red velvet dong :D

    BalasHapus
  5. nak try laa (itu pun kalau ada dijual di sini)

    BalasHapus
    Balasan
    1. cari aja di g*food atau apa mba
      inshaallah ada wkwk

      Hapus

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel