Hidup Tidak Sebercanda Itu
dokumen pribadi |
Halo Agustus! Terima kasih atas kenangan yang bagus! Untuk seorang
teman yang tahun lalu mengucap “wkwk” diiringi dengan kalimat manis, semoga
harimu selalu cerah yaa! Seperti dandelion, walau terlihat rapuh, kecil, tidak
sepopuler peace white lily, kamu tetap OK!
Ngomong-ngomong, karena kamu, aku ingin menulis. Iya, temanku yang
tangguh namun pemalu. Tidak perlu aku sebutkan yaaa siapa kamu tapi kuharap
kamu baca. Aku ingin memulai tulisan ini mengenai mimpi, ambisi, realita, dan
love yourself.
Alkisah, aku mengenal seseorang. Btw, she is an amazing girl! Kepribadiannya
introvert eh tidak juga. Kadang, suka ngoceh dan jago public speaking. Orangnya
kalem, sopan, dan tidak pernah berkata nggak baik tapi dia beberapa kali
menjuarai kompetisi debat. Sebenarnya kamu masuk tipe yang mana sih? Wkwk.
Yasudah, anggap saja dia ambivert.
Suatu hari dia ikut forum keren. Disitu, ia bertemu dengan banyak
teman-teman keren. Katanya “Faa, gue minder deh, semua keren. Beberapa aktivis
terkemuka di kampusnya. Mana, pas gue stalking sosmednya, beuhhh aktif banget
dan selalu dapet respon positif.”
Dengan terheran-heran, kujawab “Lah terus kenapa, lu kan juga
keren!”
Saat itu, saat aku menikmati matcha dan salad buah yang
menyegarkan. Lahap aku menyantapnya sebagai self reward setelah beberapa
hari terakhir aku dipusingkan dengan LPJ-an, beberapa kompetisi, dan seleksi
sebuah komunitas. Gadis berkerudung pashmina di hadapanku masih tampak gelisah
bahkan tidak menyentuh smootiez pesanannya.
“Mm, gue minder.”
Aku menganga. Orang sepertinya bisa minder? Good looking iya. Aktif
di komunitas iya, bahkan jabatannya selalu memegang inti suatu organisasi. Jago
bahasa Inggris iya. Suka baca buku iya. Secara dhohir semua OK.
“Hah?” Aku menghentikan makan dan mulai menatapnya dengan serius.
“Mm, gimana ya Faa kenapa ya pas gue posting di IG di kolom
komentar sepi, gitu-gitu aja ga kayak temen-temen di komunitas keren itu. Oh
iya, sekarang mana likesnya turun lagi dan gue lihat beberapa hari terakhir ada
yang unfollow gue 5 akun entah siapa. Apa konten gue nggak menarik yaa? Atau
ada yang salah yaa sama kata-kata gue?”
Aku mangap dan ternganga tapi tidak ada laler saat itu.
Aku terdiam, menyusun kalimat yang tepat.
“(memanggil nama temen gue), lo minder karena aspek sosmed lo ya?”
Dia mengangguk dan menggigit bibir bawah.
“Gue boleh ngomong sedikit?”
Dia menatapku “Ya boleh lah!”
Aku tersenyum jahil saat itu “Sini dulu smootiznya daripada mubazir
nggak lo makan dari tadi!”
Dia melotot dan ingin menimpukku dengan buku berjudul Ranah 3 Warna
yang dibawanya. Aku kembali terkekeh dan mulai menimpali.
“(kusebut namanya), sebenernya lo udah keren kok. Coba pikir-pikir
lagi, satu bulan terakhir udah berapa kompetisi yang lo menangkan? Satu bulan
terakhir, udah berapa rupiah yang elo sedekahkan? Satu bulan terakhir, sudah
berapa banyak ucapan dedek gemes yang bilang terimakasih karena lo ajarin
bahasa Inggris secara cuma-cuma. Satu bulan terakhir, udah berapa banyak
keberkahan hidup yang nggak lo sadari?”
Aku merasa seret dan minum matcha dulu. Lalu kulanjutkan, “Semua
itu ada di real life elo! Gue kenal betul dengan lo. Buat self-branding
kayaknya emang lo nggak bakat bahkan lebih baik lo bantu gue nyuci baju yang
udah numpuk di kost-kostan.” Aku terkekeh melihat ekspresi sahabat di depanku.
“Gue lanjutin yaa (gue sebut nama dia), emang lo keliatan b aja di
sosial media. Gue tahu cita-cita lo kelak emang menuntut self-branding ya bagus
tapi plis jadi diri lo sendiri. Lo nggak perlu pengen terlihat keren seperti
temen-temen yang baru aja lo temui di forum apa itu. Gue kenal betul dengan lo
dan menurut gue lo sahabat yang keren dan produktif! Bukan berarti kalau lo
nggak menunjukkan suatu kegiatan di sosmed, you do nothing. No!”
Raut mukanya menjadi sendu. “Faa, yang santai donk bahasannya,
huhu” dia mulai tersedu. Untung saja kita mengambil posisi pojok di tempat ini.
“Ihh, jangan cengeng donk ntar gue ikut baper. Intinya (gue sebut
lagi namanya), kepopuleran itu bukan suatu tujuan. Gue inget perkataan seorang
ulama yang intinya berpesan kalau jangan sampai kita hanya mengejar ketenaran
itu sendiri. Bahkan kalau disuruh memilih, mending jadi orang yang b aja, tidak
menjadi sorotan, alangkah teduh hidupnya.. Followers boleh dikit tapi tetap
kontinu share kebaikan.”
Dia mulai tersenyum dan bilang “Siap Bu Jurnalis. Lo nyomot
kata-kata ini dari siapa?”
Aku terkekeh dan geleng-geleng. Sebenarnya, aku tidak bijak-bijak
amat kok! Wkwk. Aku hanya mengingat kutipan-kutipan akun teduh yang kuikuti
seperti Aida Azlin, Alvi Syahrin, Febriawan Jauhari, dll lalu kurangkum saja!
Kuucapkan terimakasih pada kalian atas tulisan-tulisan itu.
Yaa intinya sih, menurutku bukan cuma buat temanku yaa, tapi untuk
aku sendiri, kamu pembaca baikku, dan kita semua. Sekarang, di masa pandemi
ini, ketika tidak ada kegiatan, biasanya kita akan lari ke sosmed hanya untuk
scrolling tanpa tujuan yang jelas hingga 3-5 jam terbuang sia-sia. Bahkan,
setelah scrolling itu tak jarang kita merasa insecure karena pencapaian
orang lain entah itu prestasinya, kegiatannya yang begitu positif, karyanya
yang banyak menuai apresiasi, atau se-simpel kulitnya yang makin shining,
shimmering, splendid.
Sebenernya, nggak perlu kok kita merasa sakit hati atau bahkan
minder. Kan setiap orang punya prosesnya masing-masing bukan? :) kita nggak
pernah tau di balik sebelum aplut keberhasilannya itu, usaha keras apa yang
telah ia lakukan, entah seperti tidur hanya 5 jam sehari, berlatih keras setiap
hari, atau merogoh dompet hanya untuk kulit bersih yang diidamkan.
Ingat pula, di sosmed kan hanya dunia maya. Why u take it so
serious? Gamungkin kan orang bakal posting kesedihan di sosmed. Semua yang
di post pasti tentang kebahagiaan. Bagaikan pucuk gunung es yang terlihat di
permukaan, kita nggak pernah tahu di bawahnya sedalam apa dan kayak gimana.
Well, hidup bukan hanya untuk memenuhi ekspektasi orang, berharap followers,
like, dan komen. Lagipula yang tahu kalau kita keren betulan atau tidak itu yaa
hanya orang-orang terdekat dan diri kita sendiri.
So, pesanku untuk yang sudah mau baca sampai paragraf ini. Keep
going and shining with your own kindness! Kamu keren :). Jangan terlalu
mengurusi hidup orang lain yaa sampai lupa dengan diri sendiri. Cintai dirimu sendiri.
Rayakan setiap pencapaian dengan orang terdekat seperti ayah mama (they
deserve!) atau berbagi kebahagiaan
dengan orang lain. Selalu ada Allah yang siap mendengar segala keluh kesahmu.
Keren tidak harus populer kok. Coba deh
baca kisah Uwais Al Qarni.
Cukup sekian yaah. Semoga melegakan.
Salam hangat,
Zalfaa Azalia Pursita
Masya Allah....keep inpiring mbak Zalfa🍃🌷🌷🌷
BalasHapusdunia 'alam maya' ini kadang kala tak terjangkau dek fikiran...
BalasHapusp/s bagus betul orangnya...