Gerimis Hati di Akhir November
Dalam hidup, ada kalanya kita menemui orang-orang yang di luar ekspektasi. Selama ini, lingkunganku dipenuhi oleh orang-orang yang positif, baik, tulus, dan paham nilai-nilai pondasi agama tapi benar kata Mba Isna, terkadang hidup akan mempertemukan kita dengan sosok di luar circle kita selama ini.
Lalu,
bagaimana? Aku yakin, awalnya pasti akan kaget, terguncang, sakit hati, dan mempertanyakan
kemantapan diri sendiri. Memang ya, menyalahkan orang lain atas sesuatu yang
tidak mengenakkan dalam hidup itu selalu menjadi opsi yang paling mudah namun
juga paling pengecut, aku sangat menghindari itu.
Aku
mengerti dan tahu mengenai seseorang, yang kalau disakiti, dia tabah. Sabarnya seluas
samudra, kelapangan hatinya membuat siapapun kagum padanya. Bahkan, orang yang
memusuhinya pun mengakui kalau dia orang yang berhati baik. Sungguh, manusia
ini, tidak menyimpan dendam sebesar biji dzarrah pun.
Siapa
dia?
Muhammad
shallallu ‘alaihi wa sallam.
Menulis
paragraf ini, aku menangis ketika membayangkan betapa mulia akhlaknya. Aku membandingkan
dengan diriku yang sekarang. Sebagai seseorang yang mengaku cinta padanya, apa
iya, aku sudah bisa meneladani sikap beliau yang amat mengagumkan itu? Yang
tetap tersenyum kala orang mengecewakannya? Yang masih membuka pintu maaf bahkan
mendoakan kebaikan walau malaikat pun jengkel dan ingin menimpakan gunung pada
orang jahat itu.
Tapi,
sungguh, sesakit-sakitnya hatiku, aku masih bisa melihat sisi baik dari sosok
yang telah memberi kerikil dalam hatiku. Bukan, bukan soal asmara btw, ini lebih
pelik dan serius.
Aku
telah dikecewakan, sangat dikecewakan. Aku tidak tahu, apakah ia merasa telah
mengecewakanku atau tidak. Dan beberapa sikapnya, sempat membuatku
mempertanyakan apakah diriku berharga atau tidak. Banyak pihak pula bertanya
soal ini, dan walau sulit, aku berusaha untuk tidak membuat reputasinya buruk. Mati-matian.
Namun
sekali lagi, seburuk apapun perilakunya, aku masih yakin, kalau potensi
kebaikan dalam dirinya dihargai, ia bisa merubah sikapnya itu. Bahkan, dalam
situasi seperti sekarang pun, masih sering aku mengingat kebaikannya untuk
menepis prasangka buruk dan rasa mangkel dalam hati. Sungguh, Rasulku
mengajarkan hal demikian dan aku malu kalau mengaku umatnya tapi perilaku
diriku malah tidak mencerminkan hal tersebut.
Sepedih-pedihnya
atas perilaku buruk seseorang, aku masih berdoa, semoga Tuhan berkenan
menuntunnya ke jalan yang lebih baik, yang membuat kebaikan bagi banyak orang
dan akan mengukir banyak senyum. Bagaimana pun juga, aku dan dia pernah melangkah
memiliki satu tujuan yang sama dan aku selalu ingat akan kebaikan-kebaikan yang
pernah ia lakukan.
Untuk
menyembuhkan hatiku, tiada penawar yang lebih teduh dibandingkan membaca ayat suci-Nya
atau menangis mengadu pada Yang Maha Kuat. Yang bahkan tanpa sepatah kata pun,
hanya tangisan dalam senyap, Dia mengerti, sangat mengerti pedihnya hatiku. Iya,
aku rapuh tapi ada Dia yang menguatkan. Beruntungnya diriku pula,
dihadirkan-Nya sosok penghafal Alquran yang kini menjadi sahabatku. Sosok yang
meneduhkan dan bisa melihat hal terbaik dalam diriku. Kadang aku bertanya,
bagaimana bisa kami cocok satu sama lain dengan kesibukan yang sangat amat berbeda
saat ini? Dia menghabiskan kesehariannya di pesantren, aku masih disibukkan
tugas kuliah. Bahkan, ketika aku menginap di Lor In Solo kemarin, kami sempat
melakukan panggilan video. Alhamdulillahirabbil’alamin.
Tak
lupa, seseorang yang di Jogja, yang turut sendu ketika aku mengirimkan rekaman
suaraku yang nyaris frustasi dan muak karena suatu hal. Yang mengetahui lebih
dan kurangku. Yang menjadi pendengar baik. Yang sering mengajak kajian sebelum pandemi
tiba. Terima kasih ya :’)
Juga,
seseorang yang mau menjadi mentorku. Yang pernah menginjakkan kaki di beberapa
negara. Amat pandai menerapkan sikap bodo amat pada hal yang memang tidak perlu
diladeni. Yang mengajariku untuk mementingkan aspek religi, health, finance,
self-development, and social. Seseorang yang memiliki karakter kuat, semoga keberkahan
selalu menyertaimu.
Rasanya,
hari-hari burukku dan perasaan tidak enak karena bertemu dengan seseorang yang
tidak sesuai ekspektasi bisa menguap kala berinteraksi dengan teman-temanku
yang positif. Aku, seorang manusia biasa yang dicukupkan oleh Allah dengan
orang-orang positif, entah tutur katanya, pemikirannya, perilakunya, maupun
hal-hal yang diunggah di media sosial. Alhamdulillah.
Aku
ingat kata Iman Usman dalam bukunya yang berjudul Masih Belajar. Intinya,
ia mengingatkan kalau tidak semua omongan orang harus didengar. Ya, dan aku
sadar akan hal itu. Tidak selamanya apa yang dikatakan orang lain terhadap diri
kita benar. Kalau toksik, ya tidak perlu dimasukkan dalam hati apalagi
dipikirkan sampai rambut rontok.
Dan
kata Imam Syafii, adalah sesuatu yang mustahil untuk membuat semua orang
senang pada kita. Lihat, sekelas Rasul saja ada yang tidak senang padanya,
apalagi sosok penuh alpa sepertiku. Jadi, ya sudah lagi, tidak apa-apa. Bukan urusan
kita kalau orang lain menaruh rasa tidak suka pada kita. Itu urusan dia dengan
Tuhan.
Terakhir,
aku juga ingin mengucapkan terima kasih pada keluarga intiku. Ayah, Mama, Adek,
yang selalu ada dan mencintaiku tanpa syarat. Aku mencintai kalian, sungguh. Adanya
pandemi membuatku bersyukur bisa kembali pulang ke rumah dan membuat rutinitas
baru di rumah. Terima kasih untuk kesabaran, dukungan tanpa batas, sikap
mengerti, dan aaah banyak kalau disebutkan :’). Ma, Yah, Dek, semoga Allah perkenankan
keluarga kita reunian di surga yaa.
Dan
untuk sosok-sosok yang tidak kuharapkan hadir dalam hidup, terima kasih atas
kesempatan mengenalmu. Aku belajar banyak hal tentang kesabaran dan memberi
pemakluman atas sikap itu. Sungguh, aku masih mengingat kebaikanmu, maka aku
pun masih berdoa yang terbaik untukmu. Tidak apa-apa, semua sudah berlalu. Walau
kata maaf belum terucap darimu, aku telah memaafkan. Oh, aku pun sebagai
manusia yang penuh salah juga pasti memiliki banyak kesalahan padamu, maafkan diriku
juga.
Kuakhiri
tulisan ini dengan vibes yang lebih tenang
Alhamdulillah,
all praises just to Allah
Who
always there for me
Who
lifted me up when I couldn’t reach
Always
bless me with many good things
I
wanna thank you for bringing me peace, good accompanies
Also,
to my beloved, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Every
time I’m thinking about you
My
sadness suddenly gone
I
miss you so much :’)
Your
kindness, your kind-hearted, it really inspires me to be better
Allahumma
shalli ‘alaa Muhammad
Ya
Rabb, plase grant us the chance to be with him in afterlife :’)
Belum ada Komentar untuk "Gerimis Hati di Akhir November"
Posting Komentar
Silahkan memberikan saran dan masukan :)