Sebuah Kisah Perpisahan
Perpisahan adalah
upacara menyambut hari-hari yang penuh rindu. Tentu kau setuju denganku bukan
bahwa tidak ada yang baik-baik saja mengenai sebuah perpisahan? Mungkin, bibir
ini dapat tersenyum ketika kau pergi dari episode kehidupanku. Tapi, apakah hati
bisa diajak bekerjasama untuk tersenyum juga? Sayangnya tidak.
Kepergianmu membawa
sepotong perasaan haru yang menyusup begitu saja. Lembut, tak bisa dicegah.
Entah kenapa, awalnya seperti kosong, hampa, dan tidak tahu harus bagaimana.
Tapi bukankah aku sudah berjanji untuk terus bersemangat dan tidak putus asa?
Apalagi pesanmu saat itu, bahwa dalam belajar tak ada kata menyerah. Begitu
pula hidupku, yang harus dipenuhi dengan kisah-kisah menarik dan tidak gampang
menyerah.
Pertanyaanku
adalah, apakah esok lusa kau akan menjadi bagian dari kisah hidupku? Apa pun jawabannya,
itulah yang terbaik untukku dan untukmu. Kau tahu juga bukan, bahwa Allah
adalah pembuat skenario terbaik? Mungkin kau hanya mampir selama beberapa tahun
saja. Frekuensi bercakap pun kalah dengan kicau burung di pagi hari. Setiap
bertemu pun, bulan sabit di wajahmu selalu kau tampilkan. Selanjutnya, tak ada
sepatah kata pun yang terucap. Sama-sama membisu dengan rona wajah menunduk
malu.
Banyak kisah
menarik yang tidak dilakukan bersama-sama. Namun, secara tidak langsung kau
sudah menunjukkan apa yang tersimpan rapat dalam dirimu. Ya, nasihat dari
penulis favoritku bahwa cinta bukan ditunjukkan dengan kata-kata namun dengan
perbuatan yang konkret, maka perhatikan siapa orang-orang di sekitar yang
peduli dan mau berbuat untukmu. Diam-diam, aku selalu senang dengan kebaikan-kebaikan
yang kau perbuat untukku. Diam-diam juga, aku ikut tersenyum bangga ketika kau
berhasil meraih impianmu.
Kau sama denganku, payah dalam berkata langsung. Tapi, tahukah
kau..pesan darimu masih membekas dalam pikiranku walau pun kini pesan itu sudah
terhapus karena kecerobohanku yang tidak pernah memback-up pesan-pesan yang
masuk.
Ingatkah saat kau
memberiku semangat di kala aku dalam keadaan sangat-sangat putus asa? Saat itu
kau bilang bahwa keputusanku adalah pilihanku dan semoga itu yang terbaik. Kau
bilang, aku harus sabar menghadapi semuanya. Juga, ingatkah kau di saat hatiku
membuncah riang karena kembali dalam kebaikan. Kau lah yang pertama kali
mengungkapkan betapa hebatnya diriku. Kau bilang ada kisah yang serupa. Ya,
kupikir juga begitu. Skenario yang mengagumkan hingga kau dan aku bertemu.
Bisakah kau
mengajariku cara mengikhlaskan? Tidak. Ini adalah tanggungjawab terhadap diriku
sendiri untuk mengikhlaskan semua. Aku harus siap. Terima kasih atas kesempatan
mengenalmu. Hal tersebut merupakan bagian skenario menyenangkan Allah yang diberikan
untukku. Kau mengajarkan bagaimana cara memiliki hati yang lembut, wajah yang teduh, apa itu
perjuangan, dan ketabahan dalam menghadapi hidup.
Terima kasih untuk
hati yang lapang dalam memberikan nasihat yang tulus. Untuk dua tahun yang bisa
kuambil hikmahnya. Kau ajarkan bagaimana menjadi Muslim yang baik, yang amanah,
dan dapat dicontoh sepertimu. Terima kasih juga atas pemberian darimu yang
sangat bermanfaat. Semoga Allah membalas semuanya.
Kau juga jangan
khawatir atas semuanya. Sejauh apa pun kau pergi, jika aku adalah tempatmu
untuk pulang, dengan skenario-Nya yang terhebat kau akan datang. Sama-sama
lebih siap dan kuat untuk menghadapi badai cobaan di depan sana.
Image by weheartit |
***
Tumben Zal, lo
ngepost melankolis gini.. tulisan ini menggambarkan perasaan lo ya?
Well, rangkaian kata di atas adalah tulisan. Ya, tulisan.
Iseng-iseng aja sih.. apa pun itu, semoga kalian yang sedang berusaha
mengikhlaskan kepergian seseorang bisa lebih siap dan tegar. Semua akan
baik-baik saja. Inget deh, hati yang terjaga akan mendapatkan hati yang terjaga
pula.
Jadi, laa tahzan ukhti wa akhi. Ikhlaskan seseorang yang belum
halal dalam hidupmu. Awalnya memang terasa berat. Aku tahu benar rasanya. Tapi,
merupakan ketidakbaikan jika kau terus mengharapkan seseorang yang belum pasti.
Be strong jofisa que, teman seperjuanganque.. Duh, maafkan sedikit ke-alay an ini haha..
Saat membaca ini saya rasanya seakan terbawa dengan keadaan perpisahan dari si penulis..saya baper..tp begitu ending saya kecewa bahwa penulis tidak mengakuinya atau bahwa kisah ini hanya iseng-iseng saja..
BalasHapusBaper tapi berujung kecewa, afwan yaak.-. tapi emang artikel di atas kayak perumpamaan insan yang merindu gitu.. tapi, emang sebagian ada yang diketik karena hati..
HapusSaya pernah mengalami perpisahan yang sangat mengharukan mba" ketika berpisah dengan cinta sejati, sampai sekarang pun kenangan itu tidak terlupakan, memang perpisahan itu sangat berkesan banget di hati ya mba" apalagi dengan orang yang kita sayangi ,,
BalasHapusYap.. Tapi semakin kesini saya semakin sadar Pak.. Kalau mengikhlaskan emang lebih baik
HapusSemoga perginya nggak jauh2 ya...krn menurutku cinta itu mesti diperjuangkan. Keburu disamber orang lain..😀 klo udah berjuang, ttep nggak bisa barengan..berarti nggak jodoh.
BalasHapusHehe, biar waktu yg menjawab aja dah Mba..
HapusAduhh.. saya jadi ikutan baper bacanya, tapi bukan buat diri sendiri melainkan buat anak saya. Dia juga remaja dan pasti akan punya perasaan seperti ini juga kan ya.. hihi..
BalasHapusHehe, emang suka buat baper yaak kalau rada puitis gini mba.. Tapi gapapa lah, semoga ada manfaat yg diambil..
Hapusorang berpisah itu bersedih karena takut kerinduan (mungkin), takut tidak dalam frekuensi (ruh) yang tetap sama, padahal ketika dekat mereka belum tentu dalam hal yang sama. mungkin kerinduan mereka akan terobati ketika bertumu didalam Syurga
BalasHapusWaah.. Inginnya begitu saja.. Bertemu dengan orang-orang yg dicintai spt ibu, ayah, adik di syurga
HapusYups... Segalanya kembali dipasrahkan dan percaya akan alur terbaik yang Allah berikan ya :)
BalasHapusYuup.. Pasti dong mba..
Hapus