Kearifan Hikmah Kisah Ronggeng dan Seorang Prajurit
“Kau juga jangan khawatir atas semuanya. Sejauh apa
pun kau pergi, jika aku adalah tempatmu untuk pulang, dengan skenario-Nya yang
terhebat kau akan datang. Sama-sama lebih siap dan kuat untuk menghadapi badai
cobaan di depan sana.”
Eaak, paragraf pertama udah pernah gue tulis dimana yak? Yups,
bener banget! Di artikel gue sebelumnya yang berjudul “Sebuah Kisah
Perpisahan”. Ah, tapi gue nggak ingin membahas suatu memori yang membawa
sepotong hati kehilangan daya semangatnya.
Fakta atau opini,
perpisahan adalah hal nggak mengenakkan dalam hidup. Ketika sebuah sapaan
menjadi hilang, wajah yang selalu diharapkan muncul tiba-tiba raib karena harus
pergi, dan sebuah kisah antara dua insan yang saling merindu pun dimulai.
Dimulai ketika perpisahan. Dengan harap-harap cemas, terus menunggu hingga waktu
yang menjawab apakah orang itu memang buatnya atau bukan.
Hmm, jujur sih gue
pengen cerita ke kalian tentang karya sastra tahun 1980-an. Bagi ibuk-ibuk
bapak-bapak pengunjung blog ini, pasti anda kenal dengan seorang penulis
bernama Ahmad Tohari bukan? Yap, karyanya yang melegenda berjudul Ronggeng
Dukuh Paruk baru aja gue baca. Ini juga sebuah kisah perpisahan yang
menguras tenaga dan air mata. Juga keluhuran jiwa seorang lelaki yang meyentuh
kalbu.
Awalnya gue baca
buku beliau yang berjudul Mata yang Enak Dipandang. Banyak nilai kehidupan yang
gue dapat karena disitu mengajarkan kita untuk selalu tulus berbagi. Mata kita
akan menjadi mata yang enak dipandang ketika jiwa tulus memberikan harta pada
mereka yang kurang mampu dalam kehidupan.
Penampakan Novel Ronggeng Dukuh Paruk |
Gue pun jadi
pengen baca karya beliau lagi. Gue pergi ke perpus sekolah dan dipertemukan gue
dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk. Hmm, pas ke perpus sih ada kejadian absurd
dimana seorang guru menyebut sebuah nama yang hmm.. Katanya dia mirip sama gue,
dan ditanya ada hubungan apa antara gue sama dia, gue jawab ga ada.. dan how
shaking is it, ketika beliau menganjurkan gue buat pacaran sama dia.
Hadeeh, sebuah ketidakmungkinan yang diharapkan. Gue dan dia sama-sama punya
prinsip untuk sendiri terlebih dahulu.
Sampai kelas pun
langsung gue baca sinopsisnya. Nggak butuh waktu lama untuk menghabiskan novel
itu karena gue semangat bacanya. Jadi, kelar deh.
Jujur guys,
novelnya menggambarkan gairah hidup masa lalu yang zamannya beda banget sama
sekarang. Iyalah, Dukuh Paruk pada tahun 1960 yang masih kuno, kebodohan
merajalela, terpencil, penuh seloroh cabul, dan nggak mengenal Tuhan. Masa-masa
jahiliyah diceritakan pada buku setebal 406 halaman itu.
Diceritakan bahwa
ada seorang gadis bernama Srintil yang berbakat menari dan ia pun ingin menjadi
seorang ronggeng. Hmm, singkat cerita dia pun menjalani kehidupan seorang
ronggeng yang penuh dilema. Gila benar, dari gadis cantik yang lugu menjadi
perempuan “milik bersama” saat itu. Lihainya meronggeng, membuat Srintil
terkenal di luar Dukuh Paruk. Dari pejabat bawah sampai atas semua ingin
bersama Ronggeng Dukuh Paruk itu.
Nah, di lain sisi
Srintil punya temen masa kecil yang sayang banget sama dia. Namanya Rasus. Eh by
the way, namanya aneh-aneh ya. Gue geli baca nama-nama tokoh di sini. Tapi,
ya emang mungkin karena zamannya udah beda kali ya.
Nah si Rasus nggak
ingin kalau Srintil menjadi ronggeng. Karena baginya, jika Srintil menjadi
ronggeng maka, Srintil akan menjadi milik semua orang, dan tentu saja kehidupan
ronggeng yang sangat jauh dari nilai-nilai kehidupan membuatnya terlihat amat
hina.
And then,
kenapa gue bisa bilang novel ini BERANI? Yep, karena menceritakan tragedi G30S
PKI pula. Gue bener-bener ngeri dan bergejolak saat baca novel yang mengguncang
psikologi ini. Gue yang biasanya baca novel yang latarnya halus, aman, dan
keadaannya alim langsung merasakan sensasi yang amat berbeda pas baca novel
Ronggeng Dukuh Paruk.
Dalam cerita,
Srintil harus terseret dalam penjara karena ia dutuduh terlibat dalam gerakan
komunis. Dukuh Paruk juga kena imbasnya, mereka yang polos dan tidak tahu
apa-apa karena kebodohannya menjadi dipandang sebelah mata oleh masyarakat
karena dituduh terlibat dalam komunis jua. Pas bagian ini gue terenyuh, kasian,
tapi ya mungkin itulah balasan yang diterimanya karena meronggeng.
Saat tumbuh dewasa,
Rasus sudah menjadi seorang tentara yang gagah dan mengenal Allah sebagai Rob
Semesta Alam. Rasa cintanya pada Srintil mengalami kebuntuan. Huh, gue gemes
pas bagian Rasus pulang ke Dukuh Paruk, dan Srintil yang udah bebas dari
penjara tahu kalau Rasu balik ke Dukuh Paruk, namun keduanya sama-sama membisu. Bingung harus
bicara apa. Srintil yang malu karena ia bekas tahanan dan juga mantan ronggeng.
Sementara Rasus sendiri bingung akan keadaan hatinya, apakah ia masih menyimpan
rasa untuk Srintil atau tidak.
Nah, saat Rasus
balik tugas jadi tentara dan ia ditugaskan ke Kalimantan, Srintil perlahan
mulai menata hidup. Ia tidak lagi meronggeng dan melayani lelaki yang datang.
Sebut aja dia insaf. Saat itu pula datang priyayi Jakarta yang mengurus proyek
di dekat Dukuh Paruk. Pimpinannya bernama Bajus dan ia terpesona oleh
kecantikan Srintil.
Semua berjalan
baik-baik aja. Hingga suatu kenyataan yang bikin gue sebagai pembaca ikut
nyesek dan pengen nangis guling-guling. Tapi nggakjadi ding, nanti gue dibilang
lebay. Si Bajus malah menipu Srintil dengan cara menyakitkan. Ia tidak jadi
menikah dengan Srintil dan saat iu pula Srintil menjadi rusak jiwanya.
Ya Allah, ini
lebih nyesek daripada Titanic atau adegan di Twilight dimana Bella langsung
memeluk Edward dan berusaha menyelamatkannya yang kala itu hampir roboh karena
hukuman. Mahkota Dukuh Paruk yang cantik pun kehilangan sinarnya. Ia menjadi
terkena gangguan jiwa. Hiks hiks.. Saat itu pun, Rasus kembali ke Dukuh Paruk
dan mengetahui kenyataan yang amat melukai hatinya.
Orang yang masih
tinggal di hatinya, menjadi ringkih, kurus, tak terawat dan jiwanya kosong
melompong. Huaa, saat ini Pak Ahmad Tohari berhasil bikin gue nangis dan
terenyuh. Dicobanya, Srintil diajak berbicara namun nihil. Rasus yang sekarang
menjadi harapan Dukuh Paruk pun mengerti apa yang harus ia perbuat.
Dalam nuraninya
terdalam, hati yang amat jernih, tanpa pamrih, ia membawa Srintil ke rumah
sakit jiwa di tempat ia bekerja. Di sepanjang perjalanan, dahulu orang-orang
selalu memandang takjub ketika Ronggeng Dukuh Paruk itu berjalan dengan
kharismanya. Namun, sekarang semua berbalik. Semua orang menjauh ketika seorang
tentara yang tak lain adalah Rasus membimbing Srintil berjalan tertatih.
Sesampainya di
rumah sakit jiwa, Rasus ditanya hubungan apa yang ia miliki dengan Srintil.
Adik? Bukan. Kakak? Bukan. Saudara? Ya, saudara jauh. Sang petugas malah
terkekeh dan mungkin ia hanya bercanda ketika mengatakan, “Mungkin, ia adalah
calon istrimu?” tanpa diduga, dalam jernihnya jiwa Rasus ia menjawab “YA.”
Mashaallah, manis
banget! Kalau bukan laki-laki yang berhati lembut dan memiliki ketulusan yang
amat berharga, pasti ia akan menolak mentah-mentah seorang wanita gila yang
meski pun ia gila tetap terlihat cantik, karena cantik memang milik Srintil.
Gue terisak baca endingnya.
Coba deh lo
bayangin, Rasus saat itu dihadapi dua pilihan. Pertama, ia akan menjadi tentara
yang memiliki gaji berkecukupan namun meninggalkan Dukuh Paruk, tanah airnya,
tempat kelahirannya yang melarat, bodoh, dan penuh seloroh cabul. Namun,
nuraninya membisikkan pilihan kedua, ia harus resign dari tentara dan
kembali ke Dukuh Paruk buat membantu saudara-saudaranya. Ia ingin membuat Dukuh
itu lebih bernilai moral dan mengenal siapa sebenarnya yang berhak disembah dan
menjadi tempat mengadu, ialah Allah, Ar Rahman. Dan sebenarnya hati Rasus,
sudah tidak kuat menjadi tentara. Ketika ia diharuskan membunuh seseorang,
hatinya yang lembut gemetar hebat ketika mengeksekusi seorang tahanan. Ia pun
memilih keputusan yang tepat sesuai nuraninya.
Dengan kebeningan
jiwanya, ia mau menerima Srintil yang keadaannya sangat-sangat menyayat hati.
Tak bisa ditawar, ia masih mencintai Srintil. Teringat masa kecilnya yang penuh
dengan tawa dan kenangan manis. Keluguan Srintil sebelum menjadi ronggeng.
Nuraninya terketuk dan ia kembali bersama cintanya.
Uluuuh, gue
nulisnya haru, serius. Novel Ronggeng Dukuh Paruk memahamkan gue apa itu
kesungguhan, apa itu ketulusan, dan kiranya bagaimana kita berkomitmen terhadap
seseorang yang kita cintai. That’s why I wrote the quote in the first
paragraph. Ketika Srintil yang terpisah begitu lama dari Rasus dan
harapan-harapan bahtera rumah tangga sedikit demi sedikit lenyap, namun siapa
sangka bahwa Allah mengehendaki lain. Mereka dapat menemukan cintanya kembali.
Maka, sekali lagi sejauh apa pun seseorang itu pergi, bila memang TAKDIR
mengatakan untuk kembali bersama dalam ikatan halal, bersyukurlah. Namun,
sebaliknya sekeras apa pun usaha lo buat dapetin cowok/cewek yang lo suka,
kalau bukan jodoh, semua akan sia-sia. Mari bersama-sama untuk belajar
mengikhlaskan. Yang terbaik akan datang di waktu yang tepat. I give standing
applause for this novel. Untuk Pak Ahmad Tohari, semoga selalu diberi
lindungan dan rahmat oleh Allah, aamiin. Baarakallahu fiikum yang udah mau baca.
See u in the next post! Inshaallah..
hmm salut banget buat penulisnya!
BalasHapusYaak.. doakan aja beliau sehat selalu
Hapusmantap jd pengen baca cerita lengkapnya.
BalasHapusMangga atuh..
HapusBisa beli bukunya di gramed..
mantap jd pengen baca cerita lengkapnya.
BalasHapusNice review..... menarik banget buat di baca
BalasHapusYep.. greget pula pas bacanya
HapusSRINTHIL .. nama itu begitu cetaaarrr ... !
BalasHapuswahai kaum hawa yang dianugerahi Allah dari tulang rusuk yang "bengkok" ..
Sungguh kebengkokan itu pula yang menjadi daya tarik,
namun juga dapat menyebabkan "patah"
PATAH jika iman tak lagi kuat menghadapi godaan.
Nice artikel yaa habibiti ...
hihi syukron katsir mba ladyluck..
Hapusbanyak banget hikmah yang diambil dari kasus patahnya tulang bengkok yang mengakibatkan penyesalan hehe