Ketika Hati Berbicara
“Gimana sih Zal, apa kurangnya si doi. Tampan, calon
tentara, macho. Yakin, gamau?”
What thee..
apa reaksi lo ketika ditodong pertanyaan macem itu? Ketika dihadapkan dua
pilihan, atas dasar apa lo memilih? Gue yang masih remaja juga bingung kalau ditembak
pertanyaan macam itu. Tapi, ya emang gitu ding.. semua ini berawal saat..
Di pagi hari yang
cerah di Salatiga, ketika gue ingin pergi ke Cimory dan Umbul Tirtomulyo, saat
itu gue menikmati perjalanan kesana. Pemandangan nan elok, membuat diri teringat
atas asma-Nya yang mulia. Seketika itu lamunan gue buyar saat nada dering
whatsapp menjerit, minta diperhatiin eh maksudnya minta dibaca.
Di notif, ada
nomor nggak dikenal yang mengirim whatsapp ke gue. Siapa? Who? Apakah si
Zayn Malik yang ingin menanyakan keseriusan gue? Atau si Jack Dawson yang
tiba-tiba kembali ke abad 20 dan ingin melakukan pencarian Rose dengan bantuan
gue? Apaan dah, ngaco bener. Gue agak was-was saat itu. Maklum, gue nggak mau
kena penipuan yang katanya dapet uang 1 M, mobil, rumah, hmm katanya sih bisa
dihipnotis lewat sosmed mau pun kalimat.
Karena gue juga
penasaran, akhirnya gue buka aplikasi whatsapp. Disitu ada tulisan Arab yang
berbunyi assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Niat bener dah ngetiknya..
gue nggak langsung bales, tapi gue klik profilnya, disitu muncul kalau gue dan
dia ada di satu grup yang sama.
Hmm, kayaknya
temen lama gue nih. Pikir gue saat itu. Akhirnya gue bales pesan dia.
Setelah terkirim,
gue klik lagi nomornya (belum gue save), tertulis sebuah nama disana. Gue
langsung SHOCK, cemas, bergetar, ingin berteriak tapi ada keluarga. Gue cuma
bisa mingkem sambil menahan gejolak dalam diri.
Do you know who
is he/she? Jiaaa, dia adalah temen lama gue. You must know if he is a
man. Yeah, a man. Gue langsung gelagapan, karena nggak biasa chatting sama
cowok kecuali untuk hal-hal yang penting aja (re : ikhwan di Rohis yang tanya
tentang organisasi, cowok yang tanya tentang hal bermanfaat), selebihnya kalau
cuma guyon atau sekadar nanyain udah makan belum, udah tahajjud belum, KAGAK
PERNAH. Kalau ga, sama temen gue yang cowok tapi gaterlalu cowok, eh gimana
yaa.. pokoknya gitu lah.. Atau kalau ada yang chat duluan, ya gue bales selama
ada suatu keperluan. Tapi, kalau gue dulu yang ngirim chat ke cowok itu bisa
dibilang hal yang langka. Kalau nggak mepet banget dan urgent, ga bakal
gue kirim chat duluan. My reason is, karena saat laki-laki dan perempuan
chatting berduaan, itu bisa disebut khalwat. Ini khalwatnya zina hati, zina
tangan kalau kebablasan. Naudzubillahi min dzalik..
But, si X
ini.. eh tunggu, ga enak kalau disebut X. Ya sebut aja, temen gue tadi namanya
Melvin. Nah, Melvin ini temen gue di sekolah sebelumnya. Dia pinter renang dan
pinter gambar, jago olahraga juga. Sempet dibilang mirip Irwansyah sama temen
gue yang ngasih pertanyaan kayak di paragraf pertama tadi.
Pertamanya sih
chatting basa-basi like nanya kabar, sekarang ikut organisasi apa,
sekolah dimana, jurusan apa, etc. Semakin ke sana gue agak risih. Gue
pengen bilang kalau gue gamau chatting sama cowok yang ga penting kayak gitu.
Tapi, gue teringat perkataan seorang ustadz, kalau kita berhijrah dan ingin
menyampaikan perubahan sikap, katakanlah dengan kata-kata yang baik lagi tidak
menyinggung.
Nah, gue bales
chat dia lama. Kok ya dia nggak marah. Akhirnya gue pakai nama Rohis. Pas gue
tanya apakah dia tahu gimana kalau seorang anggota Rohis bersikap antara
laki-laki dan perempuan. Dia bilang, tahu. Terus gue berterus terang kalau gue seorang
anggota Rohis dan mau ngasih batesan, ga chat sesuka hati. Pertamanya Melvin
kurang bisa nerima sikap gue. Tapi, karena kengeyelan gue sebagai debater
smaga, eaak haha, akhirnya dia berhenti nge-chat gue. *menghela nafas lega. Ya
walau pun, mungkin si Melvin mandang gue nggak asyik, beda, kaku, dan mungkin
dia juga kecewa, gue tetap kekeuh memegang prinsip ini.
Nah temen gue yang
satunya, sebut aja Nathan, dulu juga satu sekolah sama gue dan Melvin. Satu
kelas malah. Si Nathan ini juga lumayan deket lah sama Melvin. Mungkin, setelah
Melvin secara tersirat gue larang buat chatting yang ga penting, dia curhat
sama Nathan. Ternyata cowok bisa curcol juga ya ke temannya? Hh, fakta baru
yang menggelitik.
Nathan langsung
ngirim pesan ke gue, (re : paragraf pertama)
Hmm, yes, I
know very well, cowok kayak Melvin mungkin banyak yang antri. Dia jago
karate, punya obsesi besar dari dulu buat masuk TNI-AL, ada piagam bergengsi
yang bisa bikin dia masuk TNI secara gampang, masa depan udah keliatan. Karena
pengalaman temen gue, dia jago badminton dan dapet piagam nasional, dengan
mudah dia masuk TNI. Pun, kayak Melvin. Posturnya juga udah masuk syarat buat
masuk TNI.
Tapi ya tapi..
hati wanita gampang goyah. Furthermore, gue jadi agak kepikiran pesan
dari Nathan saat itu. Tapi tapi.. ah, kalau hati udah banyak tapinya pasti ya
nggak merasa cocok lah yaa.. emang, dulu pas satu sekolah, gue sama Melvin
sering dicomblangin, akhirnya malah sering berkabar.. Tapi, itu kan hanya
sebatas teman, no more.
Gue pun membalas
pesan Nathan yang intinya kalau gue nggak mau pacaran sebelum nikah. Si Nathan
bilang “Hmm, kalau Melvin cuma sebatas suka masa gaboleh?” Gue jawab “Ya,
bukannya gitu. Tapi kalau sampai lebih dari itu, misalkan pacaran, terlarang
lah Nat. Pokoknya inshaaAllah gue akan jadi single sampai halal.” Nathan malah
jawab yang intinya kalau gue berlebihan dan tulisannya ketus gitu. Hmm,
astaghfirullah..
But guys, the
story wasn’t reach the end. Nathan juga mengirim gue pesan. “Zal, Melvin
ngajak lo buat ta’aruf, dan dia bilang dia gaberani lagi nge-chat lo!” BOOM!
Ini apaan, huaa ngaco bener. Gue tanggepin agak marah, karena mungkin bagi
mereka yang masih awam dalam agama, malah menganggap ta’aruf sebagai ajang
pacaran islami. Nggak deh! Gue nggak silau akan rayuan ini.
Nathan makin jadi
kompor. Gue bisa kasih argumen kalau suka gue ya jangan deketin gue, tapi
langsung bilang ke ayah apa maksudnya, ga lupa saat itu gue bilang *kalau sudah
waktunya*. Gue pikir orang kayak Melvin, masih belum bisa dewasa. Emang dengan
mudahnya setelah putus dari cewek lain, ganti ke yang lain. Cinta bukanlah hal
murahan yang dengan seenaknya bisa dipermainkan! Jangan cuma modal tampang yang
cakep aja, karena biasanya perempuan baik-baik, lihatnya dari sisi akhlak dan agamanya.
Bagi gue, cinta adalah hal yang sangat suci dan gue jaga sepenuh hati selama
ini. It’s OK, kalau dia ga berhasil deketin gue dan dengan gampangnya pindah ke
lain perempuan yang mungkin si cewek pengen dapet suami tentara.
Di sekolah, temen
sebangku gue yang bernama Aza, iya namanya sama kayak gue.. lambat laun tahu
juga masalah Melvin ini. Yeah, you knowlah about girls talk. Yang
mumet siapa yang excited siapa. Temen gue malah girang.. “Serius lo Zal?
Ya udah terima aja! Siapa coba yang gamau dapet suami tentara? Gagah, macho.
Iiih lo gimana sih?!” dia ketawa-tiwi kayak gapunya beban dan masalah hidup.
Gue ingin nimpuk
pakai kamus double rasanya. Enak aja. Gue dari dulu inginnya dapet suami yang
berprofesi guru. Murid yang nakal aja dididik jadi baik, apalagi mendidik gue menjadi sholihah kelak hingga mencapai syurga
bersama. Uluuuh.. Hmm.. Tapi, ya apa pun profesinya selama itu halal, berada di
jalan yang diridhoi-Nya, dan bermanfaat bagi sesama, I’ll accept him.
Gue masang muka
cemberut “Emang lo pikir punya suami tentara enak apa? Lo pernah denger kdrt
yang pelakunya tentara, perselingkuhan, tegas, galak, sering ditinggalin di
rumah karena dia harus tugas. Eww..”
Aza yang udah sama
gue 2 tahun, mungkin udah kenal betul sifat gue, langsung nyeletuk “Hmm, kan
malah romantis. Ketika lo ditinggal tugas, lo dan dia saling merindu. Terus pas
pulang lo sambut dengan senyum manis dan saat-saat itu, dia habiskan waktu
terbaiknya dan lo itu cocoknya emang sama cowok yang tegas Zal! Lo kan lembut, pendiem,
alus, ya harusnya lo dapet suami yang bisa melengkapi lo. Yaitu cowok yang
typenya disiplin, tegas.. pokoknya yang sikapnya berlawanan lah biar bisa
saling melengkapi.”
“Tapi Za,
kriteriaku bukan cowok tentara gitu.. tapi lebih condong ke guru. Juga, yang
hatinya lembut dan kalem. ”
“Zalfaa, coba lo
pikir baik-baik deh”
Tanpa gue duga,
Aza malah survei ke temen-temen cewek di kelas. Dia tanya “Lebih milih suami
guru apa tentara?”
Dan survei membuktikan...
hanya 2 dari 16 cewek yang memilih guru sebagai pasangan hidup. Hiks, sabar
yaak para jomblowan pahlawan tanpa tanda jasa.. Jadi 14 temen gue dengan suara
kompak dan pasti ngasih jawaban “ya tentara lah!”
Sampai saat ini
pun, entah kenapa hati masih merindu sosok yang berhati lembut. Ya, emang gue
setuju sama Aza.. kalau dipikir-pikir, harusnya suami gue orangnya tegas dan
humoris. Gue yang nggak bisa galak beneran, kalau galak malah diketawain dan
gue jadi ikut senyum dan gajadi marah pfft, gue yang orangnya kaku dengan orang
asing.. Tapi, kan sosok itu ya ga harus tentara dan hati kan nggak bisa
dipaksa. Kalau nggak sreg ya gimana lagi.
Patokan
masih. ILMU AGAMA DAN AKHLAKNYA. Kalau
tau dalil agama, hadist apal banyak, Al Qur’an udah hafal banyak juz tapi masih
suka godain akhwat walau udah nikah, beramah tamah sama temen-temen kajian eeh
tapi kasarnya sama istri, memperlakukan istri kayak pembantu, dan suka melukai
hati istri. Padahal dia hafal betul hadist yang intinya sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik pada keluarga. Tapi, hanya sebatas TEORI, praktiknya
NOL. Maka, AKHLAK disini sangat jadi pertimbangan gue buat milih suami.
Ga ada dalam kamus gue yang harus ganteng nan tajir.
So, buat kalian
yang berhijrah dan ga sengaja ketemu temen pas kalian masih masa jahiliyah..
senyumin aja.. kasih pengertian baik-baik lagi tidak menyinggung kalau lo yang
dulu beda sama lo yang sekarang. Jauhi rayuan cinta semu mau seganteng, semacho
apa pun dia kalau ilmu agamanya NOL BESAR, udah di blacklist ajaa.. sekian dari
gue yang udah move on dari masa lampau. Keep hamasah, keep istiqomah with
kindly friends.. Baarakallahu fiikum..
Subhannalah gan hati saya bergetar
BalasHapusApalagi yang nulis.. Lebih gemetar
HapusKadang kalau kita pengen hijrah itu ada aja rintangannya, terutama komenan dari orang sekitar. Semoga selalu istiqomah ya.. ^^
BalasHapusAamiin.. Yaap, itulah konsekuensinya untuk menguji apakah kita istiqomah atau tidak..
Hapuskejayaan, kebahagiaan manusia terletak pada amal ibadah yang sempurna, semoga kita bisa belajar lebih dalam lagi tentang agam sehingga dapat menjalankan ibadah secara baik dan lebih baik lagi.
BalasHapusIyuup, gue setuju.. Semoga begitu dah, aamiin
HapusPas berhijrah, adaaaa aja cobaannya emang. :D Tapi justru di situ serunya. :'D Apa kita bisa konsisten, atau malah menyerah
BalasHapusHihi bener mba Anis, setujuu
Hapus