Sebuah Pesan Perasaan
Rabu, 24 Januari 2018
Edit
Angin
mengabarkanku keadaan malam ini. Katanya bulan enggan menampakkan diri. Ia mengalah
pada rintik hujan yang membasahi bumi, menebar manfaat untuk seluruh kehidupan
makhluk-Nya. Aku pun tidak dapat menikmati rayuan malam seperti biasa. Realita menarikku
pada sebuah keadaan.
Aku ingat ketika
itu, di suatu pagi yang tak terduga. Sebuah pertemuan ditakdirkan oleh Yang
Maha Kuasa. Dedaunan seolah menggodaku untuk terus tersenyum. Seperti dulu,
saat mata kita bertemu, aku tak mampu memandangmu terlalu lama.
Adalah sepotong
rindu yang segera terbayarkan. Namun, apa kabar hati? Apa kau baik-baik saja
karena pertemuan itu? Ayolah, aku pun tak bermaksud untuk mengusikmu.
Aku pun bertanya,
apakah angin malam ini telah menyampaikan sebuah pesan perasaan yang terdalam? Kepadanya
yang memiliki hati paling diam. Yang akhir-akhir ini, kubicarakan perihal dia
dengan-Nya.
Sungguh, kamu
adalah orang yang baik. Tidak seperti sebagian banyak lelaki lain, kau mandiri
dan berbakti pada orang tuamu terutama ibumu. Aku ingat perjuanganmu saat itu.
Hatimu tulus dan lembut.
Aku takut jika
terlanjur karam pada hatimu yang paling dalam. Menyisakan beribu tanda tanya
yang mencari jawaban. Namun, pada hari itu juga aku menemukan secercah cahaya
yang melangitkan hatiku.
Sepertinya, Allah
telah menyampaikan pesan perasaanku padamu. Rasa peduli, keingintahuan, dan
doa-doa yang terselip untukku. Semua sudah berbicara padaku dan aku berhasil
menerjemahkannya dengan baik.
Aku senang, tapi..
Aku takut membuat
Dia cemburu. Apakah hati yang seluas samudra ini hanya tersisip namamu? Tidak. Allah,
Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam, dan kedua orang tuaku tentu
semestinya memiliki ruang yang lebih besar dalam hatiku.
Saat ini, aku
sudah sangat bersyukur jika namaku yang terselip pada doamu dalam diam. Saat
ini jika kamu belum mampu dan belum ingin memulai mitsaqan ghaliza, cukup
langitkanlah doa-doa penawar rindu itu.
Pada detik ini,
aku pun masih ingin memperbaiki diri agar kelak semoga menjadi wanita yang
cukup pantas dan baik untuk bersamamu. Karena aku ingin mencintaimu dengan cara
yang diridhoi-Nya. Dan aku masih ingin mewujudkan cita-citaku untuk meraih kemuliaan
itu, semoga Allah meluruskan niatku hanya untuk-Nya, bukan semata-mata karenamu.
Aku berjanji pada
diriku, tulisan ini adalah tulisan yang terakhir tentangmu. Terima kasih untuk
semua perhatian, kebaikan, dan doa-doa selama ini. Aku senang, Allah
menakdirkan kita bertemu untuk saling belajar, utamanya adalah belajar untuk
mengikhlaskan.
Namun, jika memang
kamu adalah yang ditakdirkan Allah, suatu saat akan kutulis namamu dengan jelas
di sini, di blog ini inshaallah. Jika tidak, biarlah hati ini berdamai dengan
takdir terbaik dari-Nya, pasti Allah akan hadirkan yang terbaik untukku dan
agamaku.
Ingatlah pesanku,
jangan terlalu lama untuk berani memulai mitsaqan ghaliza. Jangan kau paksakan
dirimu untuk sukses terlebih dahulu. Tidak, aku tidak ingin kau berjuang
sendiri. Marilah bersama-sama membangung semua hal dari bawah. Aku tahu ini
sulit, namun percayalah jika iman ada pada diriku dan dirimu, kita akan saling
memuliakan pada setiap keadaan.
Sungguh, aku tidak
bermain-main dengan tulisanku. Sesulit apa pun keadaan yang akan dihadapi,
dengan pertolongan-Nya, inshaallah aku siap. Karena aku yakin pada keindahan
akhlakmu dan aku pun adalah seorang perempuan yang butuh sebuah pembuktian dan
kejelasan. Jangan terlalu lama. Karena kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus
ditunda.
Omong kosong bila
usia menjadi alasan semua ini. Yang paling penting adalah kesiapan iman,
penerimaan yang tulus, komitmen, dan rasa tanggungjawab yang besar. Bukankah dengan
itu juga, separuh agama akan menjadi sempurna?
Jika kau pikir
dengan harta yang banyak akan bahagia. Salah. Lihatlah bagaimana kasus
perceraian dan keretakan rumah tangga orang-orang yang memiliki uang lebih. Aku
setuju bila hidup realistis adalah dengan memiliki uang. Tak apa sedikit,
asalkan berkah dan halal. Dalam hal ini, mari belajar dari kisah Fatimah
radhiallahu ‘anha yang sangat minim harta, bahkan beliau pernah menahan
laparnya selama beberapa hari hingga kuninglah wajah beliau. Apakah rumah
tangga Fatimah radhiallahu ‘anha hancur? TIDAK!
Yakinkanlah diriku
dan orangtuaku. Inshaallah, aku siap memulai dari bawah. Salah satu impian dari
sekian banyak impianku adalah menjadi wanita yang pantas untuk menjadi penyejuk
hati seseorang yang namanya tertulis di Lauhul Mahfudz.
Aku harus
benar-benar segera menepikan rasa ini atau ayat-ayat dari-Nya akan sulit
bersamaku. Sabarlah selama beberapa waktu. Semoga aku, kamu, dan semua pembaca
bisa menghadiahkan mahkota kemuliaan pada ayah dan ibu kelak di akhirat.
Untuk satu atau
dua tahun ke depan, biarkan aku bermesraan dengan kemuliaan hakiki yang amat
kucita-citakan dan semoga Allah menghendaki dan memudahkan niatku ini. Selama itu,
maka namamu harus melayang jauh. Setelah itu, biarkah waktu yang menjawab
apakah kamu berani membuktikan dengan pembuktian nyata yang dapat
menyempurnakan separuh agama.
Mari kita telusuri
kembali kisah Fatimah radhiallahu ‘anha yang amat terkenal dengan cinta dalam
diam. Namun, ketahuilah bahwa ada juga ungkapan Sayyidina Ali yaitu cinta dalam
ikhtiar. Memang, aku setuju bahwa cinta dalam diam adalah hal yang teramat
indah. Namun, jika kamu terus saja memendam itu semua tanpa ikhtiar yang nyata
apakah bisa disebut sebuah kebaikan?
Aku bukannya terburu-buru, karena proses telah kusemai dan kurawat
selama ini, semoga ada buah kebaikan yang akan kupetik karenanya. Bukankah,
kehidupan dunia adalah fana, bahkan diumpamakan hanya mampir minum. Jadi,
bukanlah suatu ketidakbaikan jika seseorang ingin segera menyempurnakan separuh
agamanya dan menempuh ibadah terlama dalam kehidupan. Yang disemogakan akan
dipertemukan pula pada tempat peristirahatan terindah, adalah surga yang
dijanjikan Allah. Hal tersebut juga dapat menjaga kehormatan diri, pandangan,
dan menghindari fitnah di zaman ini.
Maka, sekali lagi, jangan terlalu lama. Beranilah menyatakan karena
ada hati yang sedang menunggu. Ini adalah tulisan terakhir yang bercerita
tentangmu jika kamu bukanlah ketetapan terindah itu, semoga Allah selalu
menjaga iman yang ada pada dirimu dan melancarkan proses studimu, aamiin..
Sekarang aku pasrahkan semua rasa pada-Nya. Mengikhlaskan segala
rindu dan harapan. Ya Allah, Engkau tahu yang terbaik untukku, makan bantulah
aku untuk ikhlas dan menerima.