Gak Apa-Apa, Kan Lagi Belajar.
sumber gambar : pinterest |
Sebelumnya, mau cerita sedikit ya.
Omong-omong, ternyata secepat itu ya, hati manusia berubahnya. Kira-kira baru
tadi pagi gue mencurahkan isi hati gue dalam sebuah tulisan di instagram story
tentang kata gagal dengan begitu menggebu-gebunya. Dan sore ini, selepas
menyegarkan diri mandi sore, seketika gue terpikir untuk kembali menuliskan dan
mencoba menuangkan tambahan sedikit sisi positif dari kehadirannya. Yaitu
kegagalan. Tentang sebuah kata, gagal.
Gagal. Siapa sih yang tidak tahu dengan kata
yang satu ini? Ada, anak kecil. Oke, baiklah. Benar mereka belum tahu kata
gagal secara eksplisit. Jelas, ada banyak kemungkinan. Satu, bisa karena kosa
kata mereka yang memang belum cukup banyak sehingga kata gagal belum masuk kedalam
memori otak mereka. Atau kedua mereka tahu, namun hanya sebatas kata tanpa
makna. Tapi jelas, mereka pernah merasakannya. Sesederhana terjatuh dari
langkah pertamanya belajar berjalan.
Jadi, beres ya. Ternyata bisa kita katakan ini
tentang makna, tentang pemahaman kita tentangnya. Gagal. Berarti sekarang,
siapa sih yang tidak merasakan gagal? Jawabannya, tidak ada. Tidak ada satupun
makhluk yang tidak pernah merasakan kegagalan. Sebagaimana tidak ada satupun
makhluk yang tahu tentang apa yang terjadi di masa depan.
Karenanya kita membuat sebuah rencana.
Menyusunnya satu demi satu, menatanya dengan rapi dan cermat. Untuk apa? Untuk
kita dapat memprediksi masa depan dengan tambahan bumbu harap-harap akan
keterwujudannya. Namun sekali lagi, itu semua diluar kuasa kita. Inilah dia
akhirnya si tuan gagal akan mengambil peran bagi sesiapa yang tak jadi nyata
segala rencananya. Tak nampak seperti yang ia harap. Sederhananya ia gagal.
Umum seperti itu ia akan disebut.
Ketidaksesuaian dengan rencana dan harapan”nya”.
Sobat, sebenarnya gue tidak cukup suka dengan kata yang satu ini. Gagal.
Bagaimana tidak, konotasi yang tercipta nampak sangat buruk dan menyeramkan,
bukan? Andai kita benar-benar jernih mampu memahami setiap peristiwa
keseluruhan, tak akan terbesit sedikit pun diri akan mengatakan ketidaksesuaian
harap dan cita adalah sebuah kegagalan.
Melain dari hal tersebut, coba bayangkan jauh
lebih banyak mana, sedihnya atau belajarnya? Tergantung pribadi masing-masing.
Tapi satu yang pasti seseorang yang bervisi besar dan tujuan yang jelas gak
bakal tuh berlarut-larut dalam kesedihannya. Dia akan jeli melihat segala himah
yang tersembunyi di dalam kegagalannya. Dia akhirnya belajar. Tentang
segalanya. Tentang kehidupan.
Karena coba lihat sekali lagi, siapa kita? Bukan
siapa-siapa bukan. Kita hanya seorang makhluk. Ada dzat sejati yang menjadi
pemilik utuh diri ini. Dan Dia lebih berhak terhadap diri kita pun segala harap
dan cita. Hingga segala hal yang terjadi baik itu suka duka, sedih bahagia,
sesuai tidak sesuai, ada dalam kendali penuh kekuasaanNya. Inilah sebuah konsep
penting bagi kita, terutama sebagai seorang muslim/ muslimah yaitu tentang qada
dan qadar. Segala ketetapanNya.
Sebuah konsep indah jika kita memahaminya
secara utuh. Betapa sejuk dan teduhnya hati saat segala yang terjadi kita
kembalikan lagi kepada kesadaran utuh akan segala ketetapanNya. Tak ada rasa
sedih berlarut-larut, tak ada rasa kecewa merutuk, tak ada putus asa. Karena
kita tahu tak ada yang lebih indah selain mengharap keridhaanNya. Betapa
lemahnya bukan diri ini, yang kadang tak luput dari tercemarinya niat di hati
karena nafsu duniawi.
Cukup bagi diri gue untuk memperhalus kata
ini. Menggantinya dengan satu kata yang jauh lebih memiliki makna dan juga
afirmasi positif pada diri. Kita semua sedang belajar. Belajar, kata yang
selalu memberi gue energi positif terhadap segala hal yang terjadi, baik
kesesuaian atau tidak. Karena diantara dua kemungkinan akan lahir kata baru
penyambungnya yang sangat indah. Jika
tidak kita sedang diajariNya balajar bersyukur pasti Ia sedang mengajari kita
untuk belajar bersabar. Indah bukan.
Selamat belajar.
Sekali tidak ada kata gagal. Kita semua sedang
belajar. Belajar sepanjang hayat.
Barakallahu fiikum.
Akhir kata, marhaban ya Ramadhan. Terimakasih
banyak untuk tuan rumah Aza yang sudah kasih izin gue numpang curhat di
rumahnya. Maa syaa Allah.
Penulis : iklany
diana silmy (sobat fillah zalfaa
di bogor yang berhati lembut
namun tangguh dalam kehidupan)
Totally agree with the message. There is no shame in failing. The true shame is to not stand up again from failure.
BalasHapus