You Think You Won, But You Didn't
sumber gambar: pinterest |
Pada edisi kedua tulisanku ini, sesuai tantangan yang aku ikuti, aku akan menuliskan salah satu tema yang telah ditentukan. Tidak urut sih, jadinya acak dan hari ini aku memilih untuk menuliskan sesuatu dengan tema “Write A Letter to Someone”. Oke, dibaca santai aja yaa, haha.
Halo, kalau kamu membaca ini, kuucapkan selamat malam
dan terima kasih. Saya harap, kamu baca. Bagaimana cuaca malam ini? Mendung
atau cerah? Keduanya sama-sama baik bukan? Jadi, lupakan percakapan tentang
cuaca dan mari beranjak ke baris selanjutnya.
Ingat tidak beberapa bulan yang lalu? Sebuah pertemuan,
percakapan, dan obrolan seru tentang banyak topik. Hari itu, kau baru saja
pergi ke suatu tempat di luar Kota Solo, aku lupa tepatnya di mana tapi karena
telah membuat janji untuk bertemu denganku, ya sudah kamu pun menyempatkan
waktu.
Bukan pertemuan tanpa makna yang hanya haha hihi. Tapi,
karena kamu memang ingin terlibat dalam proyek sosialku. Maka, aku iyakan
pertemuan hari itu. Langit senja yang mulai surut, tidak menyurutkan semangatmu
untuk berdiskusi banyak hal. Baik, penilaian pertama tentang dirimu cukup baik
di hadapanku.
Waktu terus bergulir dan aku pikir, kamu seperti yang
lain, ingin menjalin relasi denganku dan berkolaborasi dalam proyek sosial. Namun,
ternyata kamu menginginkan lebih dari itu. Menjelang Ramadan, kamu mengungkapan
sesuatu yang seharusnya tidak kamu katakan.
Ya, kamu tertarik padaku lebih dari seorang teman untuk
berkolaborasi.
Bagaimana reaksiku saat itu? Senang? Marah? Bingung? Kecewa?
Maaf, aku tidak bisa menuliskannya di sini. Yang jelas,
aku cukup terkejut atas pengakuan itu. Melihat reputasimu dan kelihaianmu memainkan diksi, mungkin beberapa
gadis di luar akan senang dan berkata “YES!”. Namun, aku tidak.
Tentunya, kamu juga seharusnya tahu kalau aku memegang
prinsip untuk tidak mau menjalin hubungan dengan lawan jenis dalam waktu dekat
ini. Alasannya beragam, aku tidak mau waktuku untuk produktivitas terganggu,
takut menyakiti hati beberapa waktu ke depan, aku agak tidak percaya pada
cowok, dan banyak alasan lainnya. Namun, alasan mendasar adalah agamaku
melarangnya.
Mungkin, fakta ini cukup membuatmu jengkel bukan? Bagaimana
bisa sosok seperti diriku masih memegang ajaran agama dalam hal ini? Tapi, kutegaskan,
aturan dan batasan dibuat untuk kebaikan umat manusia sendiri.
Asal kamu tahu, aku yang biasanya cukup mengadu pada
Tuhanku mengenai suatu masalah, namun saat itu aku butuh teman bicara dan aku
memilih Ersya sebagai sahabatku yang amat kupercaya untuk kuceritakan masalah
ini.
Aku bersyukur memiliki dia sebagai sahabatku, dia
menguatkan keputusanku dan tidak menceramahiku karena pada saat awal, aku
mengizinkan diri untuk bertemu denganmu. Bahkan, Ersya meminjamiku buku yang
ditulis oleh Febriawan Jauhari yang berjudul “Hanya Saja Definisi Cinta Kita
Berbeda.” Dan kenyataannya definisi cinta kita memang amat sangat super duper
hadeh wow hmm BERBEDA.
Menurutmu, rasa cinta bisa diungkapkan saat itu juga. Pergi
dan berangkat kuliah bersama. Mengobrol di coffe shop favoritmu hingga larut
senja. Mengajakku mengunjungi tempat-tempat baru. Namun, maaf itu bukanlah
definisiku.
Awalnya, saat aku bilang tidak bisa mengiyakan apa
yang kamu mau, kamu masih bersikap biasa dan kupikir baik-baik saja. Bahkan,
masih mencoba mendekatiku. Asal kamu tahu, Ersya lumayan mengapresiasi
kegigihanmu dalam memperjuangkanku karena biasanya laki-laki yang telah
mengetahui prinsipku, akan mundur dengan sendirinya dan menghilang, tapi kamu
tidak. Namun, sekali lagi Ersya mengingatkanku diperjuangkan untuk ke arah mana?
Yang serius atau hanya kesenangan semu?
Tak terasa, Ramadan tiba. Aku ingat saat itu
komunikasi sudah tidak intens lagi dan aku tahu kenapa, karena aku yang tidak
kunjung menunjukkan keluluhan hati kan? Akhirnya, berakhir sama seperti yang
lain, kamu menghilang. Semenjak saat itu, aku bertanya-tanya, “Apa benar kamu
akan mau bersabar dan memperjuangkanku kelak?”
Aku pun bertanya pada teman baikku, di tengah sejuknya
angin sore, ketika bersepeda di UNS dengan sepeda yang nyaman betul dipakai,
aku bertanya lirih, “Bagaimana sih cara mengetahui kalau dia laki-laki yang
baik atau bukan?” Temanku pun menjawab, “Lihat aja Zal, setelah kamu tinggal
dia bakal cepet cari cewek baru atau nggak.”
Aku pun mengangguk mengerti. Waktu berjalan dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya, waktu pun menjawab dan membuka semua tabir. Kamu
berhasil membuat anak orang lain jatuh hati. Aku kaget dan bersyukur dalam
waktu yang bersamaan. Kaget karena “heh singkat banget bambang move-on-nya” dan
yaa aku bertanya-tanya, kamu ke manakan kalimat manis yang dulu kamu berikan
itu? Bersyukur karena keputusanku untuk melepasmu adalah hal yang tepat.
Sekarang, bagaimana dirimu? Merasa senang ya sudah
bisa meluluhkan hati gadis lain? Ya sudah, tidak apa-apa. Berarti, itu semua
membuktikan bahwa ucapanmu tempo hari bukanlah sesuatu yang serius apalagi
bermakna. Aku sangat bersyukur pada Tuhan yang telah melindungiku dari menaruh
hati dan pilihan pada orang yang salah.
Sampai sekarang, kamu terkadang masih menghubungiku. Sans,
aku tidak akan memblokir nomormu ataupun Instagrammu kok. Namun, satu hal yang
perlu kamu ingat.. kalau kamu menganggap ini semua adalah permainan dan kamu
adalah pemenangnya, kamu salah besar. Aku tidak pernah merasa kalah karena
tidak menganggap ini semua adalah kompetisi melainkan adalah proses pendewasaan
dan penerimaan.
Terima kasih ya, sudah menunjukkan hal yang sebenarnya
padaku. Aku merasa.. Tuhan sangat baik karena selalu melindungi dan
menjauhkanku dari hal-hal yang mungkin akan melukai emosiku. Mungkin, memang
terlihat naif, namun begitulah faktanya. Ketika diri ini, hampir jatuh
terperosok ke dalam lembah yang berbahaya dan curam, sebelum aku binasa dalam
jurang itu, Tuhan terlebih dahulu menyelamatkan langkahku. Yakni dengan aturan
dan batasan-Nya, setelah itu perlindungan dan keberkahan yang menyertai.
Jadi, sudah ya. Aku masih mau berteman denganmu kok,
karena dalam ajaranku, bukanlah hal yang baik apabila memutuskan tali
silaturahmi. Namun, tentu dengan cara yang tidak pernah sama. Dan kalau ada
teks darimu yang bernada gas-lighting, memangnya aku merasa guilty gitu? Woo,
ya enggak semudah itu Ferguso.
Walau aku tidak pernah memperlihatkan dan menyatakan
kalau itu gas-lighting, tapi aku bisa merasakannya dan memilih diam. Aku tidak
mau membuang energiku untuk hal yang kurang baik. Sudah dulu ya. Oh ya, aku
tidak membencimu, ingat itu. Aku menjadikan ini semua pelajaran bagi hidupku. Aku
sudah menetapkan untuk mulai jatuh hati di umur berapa untuk melanjutkan ke
hubungan yang diakui agama bahkan negara. Aku malah berterima kasih kepadamu
untuk pelajaran hidup ini. Aku menjadi sangat berhati-hati dan kalau
diibaratkan, ada gembok yang mengunci pintu hati ini dengan amat sangat
kencang. Aku buka ketika sudah waktunya saja. Aku berserah diri pada Tuhan
ingin menjatuhkan hati ini pada siapa, karena aku yakin, kalau pilihan Tuhan
selalu tepat. Biar dipilihkan oleh-Nya saja.
Oh ya, sebenarnya aku melihat potensi kebaikan dalam
dirimu. Bisa jadi, di masa depan kamu menjadi seorang pemimpin dengan akhlak
yang mulia dan teladan bagi sesama. All the best for you!
Sincerely,
Zal
Saat lihat judulnya udah hemm aku pikir aku ingin, tetapi tidak bisa melakukan baca ceritanya yaudahlah gpp :)
BalasHapusYa gini kalau deket sama orang tapi ga bisa terikat, hemm bingung sih mau gimana tapi batasan memang perlu diperhatikan :)
BalasHapus