Rindu
teduh. sumber gambar: tumblr |
Ikhlas. Satu
kata itu, gampang kuketikkan namun tidak semudah itu penerapannya. Baru saja
aku menonton film favorit dari novel favorit versiku. Kalau kamu ingat,
sebelumnya aku pernah menuliskan betapa tergila-gilanya diriku dengan segala
hal yang berhubungan dengan “Ayat-Ayat Cinta” (AAC) yang berbicara tentang
keikhlasan. Teringat masa lalu, aku pernah belajar bahasa Arab kala SMA dan aku menjadi rindu beberapa momen.
Saat
itu, aku baru saja menamatkan novel AAC lalu menonton filmnya. Entah karena
sangat menghayati atau bagaimana, aku jadi memiliki keinginan untuk melanjutkan
studi ke Al Azhar, Mesir. Namun, aku ingat.. aku bukan lulusan pondok, bahasa
Arab pun hanya tahu sebatas syukron dan afwan. Tidak mungkin hidup di Mesir
hanya bermodalkan syukron dan afwan. Haha, mengingat itu membuatku tertawa
sendiri.
Dan
malam ini, aku tidak membaca buku namun lebih memilih menonton film saja. Tidak,
aku tidak mencari di Netflix, cukup film lawas yang failnya masih aku simpan
rapi di salah satu folder laptopku. Lama tidak menonton film. Akhir-akhir ini
hiburanku sebatas beres-beres kamar, membaca buku, bersepeda, atau melihat
tanaman hias yang segar di mata setelah disiram.
Entah
berapa kali aku meneteskan air mata. Rasanya terharu, sangat terharu. Di beberapa
bagian, aku ikut merasakan sedih yang mendalam. Terkadang merasa tertampar kalau
berkaca pada tokoh utama film tersebut. Dan amboyyy rasanya beda sekali, pertama
kali menonton film itu, kalau tidak salah ketika SD. Aku lupa tepatnya umur
berapa, yah saat itu aku nggak terlalu mengerti apa maksudnya.
Tapi..
malam ini, aku baru menyadari beberapa hal. Sungguh, beberapa kali sebelumnya aku
menonton ulang film AAC, rasanya selalu sama. Tapi kali ini berbeda. Mungkin karena
saat ini, aku sudah tumbuh dewasa dan telah melalui banyak hal. Seperti kembali
diingatkan akan jati diri Muslim, aku menangis, sering menangis ketika melihat
film ini.
Pertama,
kepribadian Fahri sangat memukau banyak orang. Aku berbicara tentang pribadi
Muslim. Berkali-kali aku mengatakan pada adik-adik binaanku bahwa kita sebagai
Muslim adalah brand ambassador atau duta dari agama kita. Orang nonmuslim
melihat ajaran Islam bukan dari dalil yang ndakik-ndakik atau retorika
yang sedemikian indahnya. Tapi, mereka melihat bagaimana Muslim bersikap. Fahri,
pribadi yang lembut hatinya, sopan, berani, berprestasi, aktivis, baik,
penghafal Alquran, dan menghargai perempuan. Rasanya mustahil ya menemukan sosok
se-perfect Fahri dalam dunia nyata, namun percayalah masih ada kok
sosok-sosok Fahri dalam dunia nyata.
Oh
ya, aku jadi ingat salah satu narasumberku, beliau sangat sempurna di mataku. Aku
pernah mewawancarai sosok alumnus UNS yang sekarang bekerja untuk Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Dibilang perfeksionis, ya, mungkin. Cerdas, otentik, penuh
dengan semangat, dan berprestasi. Bahkan, editorku pun sampai geleng-geleng
ketika membaca tulisanku, nyatakah sosok yang aku tulis? Haha. Ketika aku bertanya,
apa alasan terbesarnya bisa mencapai semua hal itu dengan baik. Dia bilang, “saya
ingin menunjukkan pribadi Muslim yang ideal” dan yea, dia berhasil
mewujudkan personal branding tersebut.
Aku
menjadi malu pada diri sendiri. Aku Muslim namun bagaimana identitasku saat
ini? Apakah sesuai dengan apa yang dimau Allah dan dicontohkan orang terkasih,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Rasanya harus banyak berbenah dan tidak
tengok kanan kiri dulu untuk memperbaiki apa yang masih bisa diperbaiki. Masih banyak
alpa yang perlu ditambal.
Bentar,
aku ingat-ingat dulu. Sepertinya, lebih dari lima kali ketika melihat film tadi
aku menangis. Tapi bagian apa saja yaa, wkwk.
Oh
ya, aku menjadi ingat. Begini.. kedua, memasrahkan segala sesuatu pada Allah. Ya,
begitu. Aku melihat bahwa sosok Fahri diuji dengan banyak hal. Perempuan,
dipenjara, dikeluarkan dari Al Azhar, bahkan hingga difitnah oleh wanita yang
sudah ditolongnya. Pun ketika karena keadaan ia harus berpoligami, ia pusying
tujuh keliling. Pas curhat sama Syaiful, sahabatnya, in the end, dia
bilang kalau suruh ikhlas dan memasrahkan pada Allah. Nah, aku suka banget
model temen begini. Kalau ngasih nasihat nggak menyesatkan. Perbanyaklah temenan
sama orang-orang begini.
Aku
sadar, aku masih banyak erornya. Itu kenapa aku berusaha keep in touch dengan
teman-teman yang menurutku bisa membawaku dalam hal-hal baik namun memang, pada
faktanya, dalam hidup kita nggak bisa mengatur dengan siapa kita bertemu. Ada kalanya
karena keadaan mau nggak mau, kita harus bertemu dengan sosok di luar
ekspektasi kita, di situlah kesabaran diuji. Semoga Allah senantiasa mengizinkan
kita untuk dikelilingi orang-orang salih dan gemar melakukan kebajikan, aamiin.
Semoga pula, Allah jauhkan kita dari lingkungan yang buruk.
Ketiga..
ada hubungannya sama unggahan Ko Fellexandro Ruby yang aku unggah ulang di
cerita Instagram. Intinya Ko Ruby bilang untuk do our best in any condition.
Sebenernya nih advice udah sering aku jumpai tapi ya astagfirullah,
untuk menerapkannya susah-susah gampang. Ada kasur yang mendukung kemageran
yang hakiki. Nah, aku melihat kalau sosok Fahri selalu berusaha melakukan terbaik
di setiap perannya. Nggak heran, banyak temen yang sayang sama dia, bahkan
menjadi murid kesayangan Syiekh Utsman. Kembali ke alumnus UNS tadi, dia juga
jadi lulusan terbaik pada masanya. Nah, ada benang merah menarik nih.. orang
kalau udah mengerti ajaran agama Islam dan berusaha menerapkannya, dia nggak
bakal tertinggal apalagi radikal. NO! Dia bakal jadi manusia berkualitas yang
membawa kesan Islam rahmatan lil ‘alamin di dunia ini. Ini menginspirasi gue
banget sih.
Keempat,
ini yang terakhir deh biar nggak kepanjangan. Mengenai memaksimalkan peran yang
kini tengah dijalani. Masih nyambung sama poin ketiga tadi tapi ini lebih
spesifik. Misal, coba kita jabarin bareng-bareng yaa, apa aja peran saat ini. I
use my case in this writing. Sebagai anak, mahasiswa, jurnalis, editor
berita, duta bahasa, pembuat konten SID, ngurus dua sosial project, dan ikut
kursus bahasa Inggris. Wah, banyak juga yaa. Nah, misal kalau aku bisa
sungguh-sungguh di semua peran itu, nggak ada kata gabutzzz. Tapi ya dasar
manusia, kadang alesan mager lah, capek, atau leren sik. Padahal ya emang
mager aja, astagfirullah. Kurang-kurangin rebahan deh, Zal, katanya mau nyontoh
jadi pribadi Muslim yang ideal?
Nah,
dengan belajar memaksimalkan peran ini gais, insyaallah kita bakal lebih banyak
bersyukur. Ada kesempatan-kesempatan baik yang Allah percayakan ke kita. Ada hati
yang perlu dibahagiakan, in my case aku sayang banget sama kedua orang
tuaku. Ya, udah aku prioritaskan dulu mereka. Di sini, aku belajar pula untuk
menerapkan teori ikhlas itu. Ikhlas dalam apa? Ada deeeeh.. Juga, kembali lagi mengenai ikhlas. Apapun yang hilang, itu emang sejatinya bukan milik kita kan? Tak apa, semoga menemukan yang banyak lagi baik setelah ini!
Udah
ya, gitu dulu. Ternyata udah hampir pukul 11 malam. Nggak biasanya aku tidur
jam segini. Have a nice dream gais. Selamat malam.
Jadi inget film Ayat-ayat cinta memang menarik banget, kisah cinta yang diangkat menginspirasi banget apalagi pesannya tentang Islam luar biasa.
BalasHapus