Stop Sabotase Diri
dokumentasi pribadi. Taken by Teduh |
Hai hai! Lama juga yaa gue nggak nulis. Ehm, sebenernya beberapa
waktu yang lalu, gue ingin menulis tapi selalu ada aja kendalanya yang berakhir
nggak jadi. Tapi malem ini, Kamis malam yang tenang, gue terjaga. Padahal
biasanya jam 9/10 udah tepar dan tidur. Ada sesuatu yang sedang gue pikirkan
dan berakhir dengan gue yang masih melek mendekati dini hari. Jujur, gue sedang
mengalami fase yang kurang bergairah dalam hidup. Maksud gue.. hhh hiks hmmmm.
Jadi gini ceritanya..
Gue pernah berada dalam fase yang sangat demotivasi. Gue masih
berjuang sama skripsi. Ya, lo nggak salah baca. Gue masih skripsian. Bagaimana
perasaan gue? Ya pernah merasa tertinggal, nggak oke, kehilangan kepercayaan
diri, bahkan agak stress tapi nggak stress yang sampai nggak makan berhari-hari,
sebagai pecinta masakan emak, gue masih doyan makan kok. Namun, di suatu waktu
gue sadar, kalau gue kebanyakan tengok kanan kiri, merasa stress pas liat temen
udah selesai, gue malah makin merasa stress dan nggak fokus. Hingga pada
akhirnya gue memutuskan untuk fokus berproses pada diri sendiri untuk
menyelesaikan skripsi dan memaafkan diri gue yang dulu.
Alhamdulillah, orang tua masih bisa membantu secara finansial,
membayari UKT hingga sekarang dan amat suportif pada anaknya. Gue inget mama
gue pernah cerita, pas itu kalau nggak salah adalah acara reunian sama temen
kerja beliau. Ditanyalah anak perempuannya ini sedang sibuk apa. Yah biasalah
ya kalau emak-emak ngumpul yang dibahas palingan keluarga, anak, taneman, apa
lagi ya? Hehehe. Nah, mama gue jawab yang intinya.
“Iya Jeng, anakku masih skripsian. Wis gapapa dia berproses,
kemarin habis dari Jakarta ikut acara internasional.”
Gue antara pengen ketawa sama sedikit sedih sebenernya. Ketawa
bahagia karena mama menghargai pencapaian-pencapaian gue di luar akademik dan
bisa menjawab dengan tenang pas ditanya temennya. Sedih karena kenyataan
pahitnya adalah gue masih struggling SOOOOO HARDDDDD untuk skripsian. Makasih
mama, you are the best mom. I love you.
Wait.. tulisan gue belum kelar sampai
sini. Tapi ya gitu gais, kadang gue sadar harus lekas menyelesaikan skripsi,
namun kadang nge-down juga. Hiks, doakan gue agar dapet hidayah untuk
konsisten skripsian yaa gais. Puncaknya adalah kemarin Rabu. Sebut aja namanya
Teduh. Pagi hari setelah sarapan, Teduh telepon gue secara tiba-tiba.
“Zal hari ini aku mau manasin mobil. Aku mau ganti aki, kata
tetanggaku better dipanasin dulu. Mau ikut nggak?”
Gue yang pagi itu belum ada acara dan siang harinya ada acara tapi
masih ngegantung, akhirnya gue iyakan ajakan Teduh. Gue mengenal Teduh dengan
baik, jadi ya udahlah hayuk aja. Long story short, Teduh menjemput gue
ke rumah, pamit sama orang tua dan hmmmm ternyata manasin mobilnya masa sampai
ke Jogja dong. Lumayan jauh ya Bund, Boyolali ke Jogja tuu nggak manasin mobil
namanya, tapi piknik berkedok manasin mobil, huft.
Di situ, Teduh ngajakin gue makan ramen jawa, kuliner Jogja yang
letaknya di deket Padmanaba alias SMAN 3 Jogja. Setelah itu, rencana awal mau
langsung balik, tapi akhirnya mampir ke Candi Ijo dulu. Cakep betul euy view-nya,
masyaallah. Setelah dari Candi Ijo, kami mampir ke Masjid Al Aqsha karena waktu
sudah memasuki Magrib. Ditutup dengan kulineran di daerah Delanggu sekalian
membawakan makanan untuk keluarga.
Puncaknya adalah ketika udah hampir nyampai rumah. Tiba-tiba Teduh
meminggirkan mobilnya di pinggir jalan. Sebelumnya, dia sempat membahas skripsi
yang entah kenapa hal tersebut membuat suasana hati gue kurang baik. Menyadari
ada yang nggak beres sama gue, dia langsung meminggirkan mobilnya.
Gue ingat betul, dengan nada yang amat lembut dan seperti kakak
yang amat perhatian pada adiknya, dia menasehati gue. Intinya Teduh bilang..
“Zal, aku yakin kamu mampu, kamu bisa. Orang tuamu udah ngasih
kebebasan dan kepercayaan ke kamu, jangan disia-siakan yaa. Banyak orang yang
sayang dan peduli sama kamu. Mereka pengen kamu berhasil. Inget cita-cita kamu
di depan. Dulu kamu ikut Baktinusa, Duta Bahasa, kegiatan-kegiatan di luar
kampus, itu bagus, tapi sekarang udah saatnya kamu fokus ke diri kamu,
selesaikan babak final kuliahmu ini. Kamu liat temen-temenmu yang mungkin
dulunya nggak terlalu menonjol pas kuliah, tapi sekarang udah bisa lulus, kamu
yang berprestasi, apa yang membuat skripsi terasa sangat berat? Ada apa sama
kamu, Zal? Aku ngasih tau kamu kayak gini karena aku peduli.”
Mendengar itu, gue yang perasa menangis sesenggukan. Lebih tepatnya
sangat tersentuh dan mengiyakan apa yang dikatakan Teduh. Dia melanjutkan..
“Kamu jangan lari lagi yaa setelah ini, jangan cari pelampiasan
dari skripsimu. Kamu harus hadapi ini. Ini adalah masa transisi kamu menuju
dewasa. Kalau ada apa-apa bilang, ada aku yang siap bantu kamu.”
Hmmm ya makin nangis terharu dong gue :’)))
Pas Teduh ngomong demikian, gue teringat muka ayah, mama, Mba Els, Yusuf
(temen se-PA yang nggak bosen ngingetin skripsi), dan banyak orang baik lainnya
yang peduli dan amat mengharapkan gue bisa bersemangat menyelesaikan skripsi,
tapi kenapa gue mandeg huhuhu.
Gue menggali dan merenung sebenernya what’s wrong? Gue
termasuk tipikal yang ambis sebenernya tapi kenapa skripsi ini seperti sangat
menakutkan? Bahkan membuat gue nggak produktif karena ketakutan dalam pikiran
itu. Hingga gue menemukan jawaban. Ehm, bagi lo yang udah baca tulisan gue
sejak lama, pasti tau kalau gue merasa salah jurusan. Nah, selama ini, gue
masih bisa bertahan karena melampiaskan kekecewaan salah jurusan dengan aktif
ikut kegiatan dan berprestasi di luar jurusan gue. Bahkan karena itu beberapa
orang mengira kalau gue dari jurusan sastra. Nah, pas skripsian, mau nggak mau
gue harus mengadapi ketakutan terbesar gue. Menyelesaikan sesuatu yang nggak
begitu membuat gue excited. Tapi, Ya Rabb, ya gimana ya, gue kan udah
mengawali ya harus menyelesaikan dong pada akhirnya.
Bener kata Teduh, gue nggak bisa lari lagi dan menghindar dari
skripsi ini. Well, gue nggak akan mengutuk diri sendiri kenapa lemot
dalam dunia skripsi ini. Menyesal? Hmm gimana ya. Tapi kalau kilas balik lagi,
gue dengan mantap bilang TIDAK MENYESAL, segala pilihan ada konsekuensinya.
Walau gue nggak bisa lulus tepat waktu karena masih berproses skripsi, tentu
banyak cerita-cerita baik yang bisa gue ceritakan pada anak-anak kelak. Nak,
bundamu emang nggak sehebat beberapa teman yang berhasil lulus tepat waktu
dengan predikat cumlaude, tapi di sisi lain, bunda punya beberapa kisah
hidup yang mungkin akan membangkitkan semangatmu, ehm tapi lulus tidak tepat
waktunya jangan ditiru ya, Nak :’)
Teduh.. kalau kamu membaca tulisan ini, aku mau mengucapkan terima
kasih yang amat mendalam. Mungkin pada awalnya kamu kzl kenapa nasihat-nasihat
darimu sepertinya nggak membuatku progresif terhadap skripsiku ini. Hingga kamu
mencari cara yang sangat out of the box untuk menyemangati dan
menasihatiku dengan tulus. Kamu yang membuat perasaanku bahagia karena
mengunjungi Jogja, hingga kamu mengambil momen yang pas untuk menyampaikan
nasihatmu itu. Aku yang menangis, kamu ambilkan tisu dan kamu tawarkan sebotol
minuman air putih segar agar bisa membuatku lega dan tenang. Kuucapkan terima
kasih dan rasa syukur kepada Tuhan karena telah menghadirkan kamu dalam
hidupku. Semoga kamu dan keluarga dilimpahi kesehatan dan kebahagiaan!
Well, sekarang lebih lega dan cukup
terpantik untuk kembali menyelesaikan skripsi. Zalfaa, terima kasih banyak yaa
sudah bertahan sejauh ini. Kamu sudah melakukan terbaik yang kamu bisa. Tak
perlu menyesal karena selama ini kamu sudah berhasil mengukir tawa orang tua
dengan cara yang berbeda. Tak apa, yang lalu tak perlu kamu sesali. Semua sudah
berlalu. Masih ada hari esok untuk memperbaiki semua. Peluk hangat penuh cinta
untuk diriku, seorang Zalfaa Azalia Pursita yang masih bisa bertahan dan tegar
atas rahmat-Nya. Alhamdulillahirabbil’alamin.
Semoga sehat selalu ya. Terus bergerak. Menyelesaikan skripsi dan terus berkarya.
BalasHapus