Akhirnya Kita Udahan

 

feelin' blue

Hari itu, aku memandang komputer yang menampilkan halaman Microsoft Word. Tempat dimana aku sering menghabiskan screen time. Untuk menulis, menyusun konten, membuat pertanyaan wawancara, atau se-iseng curhat pada diri sendiri. Namun, kali ini berbeda. Seorang teman lama menghubungiku. Awalnya menanyakan kabar. Hingga, yaa, seperti yang sudah-sudah, ia menejelaskan padaku mengenai masalah.klasik.anak.muda.

Something, we called LOVE.

Awalnya, kamu dan dia berjumpa dalam sebuah workshop. Lantas, tak sengaja bertemu dalam kelompok penugasan yang sama. Diam-diam, kamu mulai tertarik padanya. Katamu, dia cerdas, berada di jurusan yang kamu idolakan, berwawasan, dan memiliki public speaking yang bagus. Dan seperti yang kamu ceritakan, dia agak bad boy dan hal tersebut malah menambah kekagumanmu. Serius, aku nggak paham, kenapa kamu berpikiran bahwa bad boy malah dapat menambah daya tarik?

Kamu pun mencoba mengimbangi idenya, mencoba berpendapat walau isu yang dibahas benar-benar berbeda dari jurusanmu di kampus. Semalaman kamu membaca buku, jurnal, dan menonton beberapa dokumenter di Netflix. Kamu pun mulai berdiskusi dengannya. Menjadi satu frekuensi.

Workshop pun berakhir. Penugasan kelompok telah usai dan selamat, kelompokmu dengannya mendapatkan predikat best of the best karena ide bersama yang disusun. Semenjak itu, kalian mulai intens berkomunikasi. Entah memang karena ingin berdiskusi atau ada maksud tertentu?

Akhirnya, kamu pun mulai berharap, menciptakan sebuah ilusi dan hasrat dalam hati. Iya, aku tau kok rasanya.. ketika mendekati semester akhir belum juga menemukan yang pas di hati, diledek ketika kumpul keluarga besar, sering ditawarkan untuk berkenalan dengan orang asing oleh tante atau om. Haha, tapi aku sih nggak terlalu ambil pusing. Tapi, kamu mulai gelisah.. dan tepat ketika itu, dia yang katamu berwawasan luas mulai mengungkapkan kekagumannya padamu.

Katanya, kamu gadis yang mandiri dan menyenangkan. Bersama lah kalian dalam sebuah hubungan. Hari-hari berdua rasanya manis sekali, dunia serasa milik berdua, yang lain hanya mengontrak. Kamu.. mulai banyak menghabiskan waktu bersamanya. Walau masih pandemi, karena kalian berada di satu kampus yang sama dan tidak pulang kampung, masih bisa jalan bersama.

Namun, hari itu datang juga.. kamu mulai gelisah. Ketika dia tidak menghubungi. Ketika dia tidak memberi kabar. Ketika dia tidak menyapa selamat pagi. Kamu pun mulai merajuk dan menuduhnya macam-macam. Dia pun meminta maaf, katanya baru sibuk praktikum dan persiapan magang. Kamu pun memaklumi dan memaafkannya setelah mendapatkan coklat manis darinya.

Namun, hubungan baik itu tidak bertahan lama. Kamu bercerita.. tiba-tiba, dia tidak bisa dihubungi. Kamu cemas namun mencoba menghibur diri. “ah, jurusan dia kan memang baru sibuk-sibuknya.” Namun, kali ini berbeda. Sudah sepekan tidak ada kabar darinya. Chat darimu tidak kunjung dibaca olehnya. Bahkan, tidak ada update story dari kontaknya. Kemana dia?

Kamu pun datang ke fakultasnya. Melangkah dengan ragu, apakah ia disana. Matamu memandang awas setiap sudut tempat ketika sampai di prodinya. Matamu pun menangkap sosok yang amat kamu cintai ketika itu. Dia yang sedang tertawa bersama teman-temannya mendadak bungkam ketika melihatmu. Dan, dia menghampirimu..

Kalian memutuskan untuk pergi ke danau, duduk berdua di bangku dekat pohon beringin. Membicarakan apa yang terjadi. Tiba-tiba dia bilang, “maaf, kayaknya aku nggak bisa lanjut deh.” Matamu tajam dan berkaca mendengar ucapannya. Dia melanjutkan. “sorry, aku mau fokus sama masa depanku. Aku nggak mau terdistract. Dan kamu, terlalu baik buat aku yang berada di lingkungan (dia pun menceritakan teman-teman pergaulannya). Kamu menjawab “tapi, kita bisa kan melewati masalah ini berdua? Ngobrol baik-baik. Aku juga menerima kamu yang seperti itu” dan laki-laki yang duduk di sampingmu itu hanya menunduk dan diam. Lantas, menggeleng lemah.

Kamu pun terisak. Hatimu sudah terlanjur kamu percayakan pada laki-laki itu. Sudah 2 tahun berjalan, namun karena alasan ini? Kamu yang sudah membayangkan akan memiliki masa depan bersamanya, bahkan siap membangun semua dari nol mendadak runtuh karena ungkapan sore hari di danau itu. and here you go, kamu mengirimiku pesan tentang rasa sesakmu.

Sudah sekitar 2 bulan berlalu, namun kamu belum bisa melupakannya. Iya, aku paham kok. Kamu tipe yang tulus dan mendalam ketika mencintai seseorang. Namun, bolehkah aku bertanya? Mengapa kamu sedemikian rupa yakin bahwa dia adalah laki-laki terbaik di dunia ini? Maksudku, ada miliaran orang yang tinggal di bumi ini dan kenapa hatimu masih terpaku pada satu orang itu?

Ada kalimat indah yang sampai sekarang masih aku pegang erat, yang membuatku bisa bertahan dalam keadaan sulit yang tidak aku sukai. Allah mengetahui segala sesuatu yang terbaik untuk hamba-Nya. Bisa saja, laki-laki itu memang bukan yang terbaik untukmu. Mm, dan kalau boleh jujur sebenarnya kamu benar mencintai pada dirinya seorang atau hanya karena jurusannya yang keren? Well, maaf sebelumnya.. namun, harus kukatakan, bisa jadi seseorang yang sekarang berada di jurusan favorit, belum tentu masa depannya cerah. Bagaikan bintang yang bertaburan di langit, banyak, sangat banyak, hingga sulit untuk menjadi yang paling bersinar.

Aku tau kamu sangat mengidolakan dan mengelukan cowok yang berada di fakultas itu yang katanya masa depan terjamin dan kebetulan dia yang datang. Tapi, bukan dimana jurusannya tapi lihatlah kualitas dirinya secara mendalam. Aku, kamu, kita semua..kelak jika berumah tangga tidaklah melulu mengagungkan soal materi namun juga ketentraman hati. Well, memang sih kalau dalam rumah tangga memiliki finansial yang stabil adalah hal yang OK. Namun, tolong.. jangan jadikan hal itu sebagai tujuan utama.

Kalau boleh berpendapat. Laki-laki tidak hanya kamu lihat dimana jurusannya sekarang dan kamu mengira bahwa masa depannya akan cerah. Enggak. Namun, coba bayangkan, apakah jika bersamanya anak-anakmu akan mendapatkan figur ayah yang baik? Yang lembut dan tidak berkata kotor. Yang mampu menjadi imam dan nahkoda yang tangguh bagi keberjalanan rumah tangga? Yang mampu memahami bahwa diamnya istri berarti sedang ada yang tidak beres. Yang mampu menahan tangannya dari berbuat kasar padamu dan anak-anakmu? Apakah dia seperti itu? Tolong, pikirkan lagi.

Well, semoga kamu dapat mengerti yaa. Semoga ke depan, kamu tidak lagi mudah mengiyakan hanya karena dia dari jurusan itu. Bahkan, misal ada laki-laki hafidz Quran, tutur katanya lembut, perilakunya sopan,sorot matanya teduh menenangkan namun dari jurusan yang nggak terlalu favorit, apa iya kamu bakal menolaknya hanya karena dia bukan dari jurusan yang kamu idolakan? Ohya, satu lagi.. biasanya cowok santun seperti itu tidak akan berani mengungkapkan perasaan langsung di hadapanmu.. tapi.. dia akan membawa satu rombongan keluarga, memintamu secara baik-baik melalui ayah tersayang. Begitulah..   

 

Salam hangat dari seseorang yang peduli padamu,

Zalfaa

4 Komentar untuk "Akhirnya Kita Udahan"

  1. Kaa Zalfaa, dari pertama kita kenalan, selalu bisa menebar hal positif kaya gini. Seneng banget bacanya, terharu :')

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Urusan cita memanglah ribet, jodoh apalagi. Tapi yang pasti sih, semuanya belajar dari kegagalan dan kesuksesan masa lalu. Kemudian diterapkan untuk menyelesaikan masalah saat ini.

    BalasHapus
  4. Duh jawaban terlalu baik tuh klise namun menyakitkan

    BalasHapus

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel