Budi Daya Lalat Maggot sebagai Upaya Mengatasi Sampah Organik secara Mandiri

            Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, 2020, bahwa sampah di DKI jakarta mencapai 7.424 ton sampah per harinya, dari komposisi sampah tersebut didominasi oleh sampah organik sebesar 53% dibandingkan dengan plastik yang lebih dikenal, justru hanya sebesar 9% saja. Walaupun begitu, sampah organik masih dipandang sebelah mata bagi khalayak umum karena sifatnya yang dapat musnah dengan sendirinya. Sampah organik acap kali dibiarkan begitu saja atau berserakan di pelataran rumah, dibuang langsung ke selokan, atau bahkan dikubur di tanah kosong. Hal ini akan menjadi masalah karena emisi sampah organik justru lebih berbahaya dibandingkan jenis lainnya karena mengandung gas metana. Gas metana (CH4) adalah zat rumah kaca yang memiliki tingkat keparahan 21 kali lipat dibandingkan dengan gas CO2. Maka dari itu, pemerintah maupun masyarakat perlu memberi fokus pada pengelolaan sampah organik.

dokumen pribadi : TPA Putri Cempo Mojosongo, Surakarta

            Solusi pengelolaan sampah di TPS, masih terbatas pada metode landfill dan pengelolaan sampah menjadi energi (waste to energy). Cara ini masih menjadi primadona karena tidak membutuhkan teknologi tinggi. Walaupun cara ini sudah tidak relevan untuk mengolah lonjakan kenaikan sampah perkotaan. Sebagaimana DKI Jakarta, dalam kurun waktu sehari, sampah yang dihasilkan dapat mencapai 8000 ton. Dengan jumlah sebesar itu, Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terpadu (TPAST) Bantargebang sudah tidak cukup lagi menampung sampah yang ada. Karena menurut Green Peace, seluruh pengelolaan sampah per harinya hanya berkapasitas 1.000 ton, sehingga terdapat gap yang cukup besar. Hal ini berimplikasi pada overloud kapasitas dan turut meningkatkan biaya retribusi sampah, sehingga banyak wilayah yang sampahnya dibuang ke Bantargebang tidak lagi dibawa ke sana, dan hanya dibiarkan saja terutama sampah organik yang dapat terdegradasi sendiri.

            Sampah organik merupakan makanan dari banyak makhluk hidup. Seperti hewan ternak, ulat, dan juga lalat Black Soldier Fly (BSF). Lalat BSF adalah salah satu konsumen utama dari sampah organik. Sekitar 750 kg maggot BSF mampu menguraikan sekitar 2 ton sampah organik hanya dalam kurun waktu 2-3 minggu. Sekilas tidak ada yang menarik dari lalat BSF atau lalat tentara hitam. Tubuhnya yang berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya yang transparan mengesankan bahwa lalat ini menyerupai tawon.

Namun, jangan diremehkan, berdasarkan beberapa hasil riset melaporkan bahwa kandungan protein larva BSF relatif tinggi, yaitu 40–50% dengan kandungan lemak berkisar 29-32%. Kandungan nutrisi yang tinggi ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan campuran formula pakan ayam atau ikan. Terlebih lagi, media perkembangbiakan larva berupa bahan-bahan organik yang telah membusuk menjadikan larva ini mudah sekali dibudidayakan.

Sebagai agen biokonversi, larva BSF mampu mengurangi limbah organik hingga 56%. Dengan meletakkan telur BSF atau larva BSF maka limbah organik seperti bungkil inti sawit (BIS), kotoran sapi, kotoran babi, kotoran ayam, limbah pasar, limbah rumah tangga, sampah buah, sayur, dan lain-lain akan diuraikan menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi para petani mau pun peternak.

Setidaknya terdapat tiga produk yang dapat diperoleh dengan memberdayakan larva BSF sebagai agen biokonversi. Produk pertama adalah larva atau prepupa BSF yang dapat dijadikan sebagai sumber protein alternatif untuk pakan ternak, produk kedua adalah cairan hasil aktivitas larva yang berfungsi sebagai pupuk cair dan yang ketiga adalah sisa limbah organik kering yang dapat dijadikan sebagai pupuk.

Pemanfaatan lalat BSF ini lebih cocok untuk diterapkan di wilayah masing-masing distrik, karena selain mengurangi kapasitas produksi sampah, cara ini akan mempermudah sampah agar tidak mencemari lingkungan selama proses distribusi dan turut memudahkan lalat BSF untuk langsung memakan sampah organik. Nantinya, akan tercipta sistem link and match antara budidaya lalat dan pengurangan sampah organik karena dijadikan pakan ternak lalat.

budidaya lalat maggot oleh Agus Nurokhim. sumber gambar : disini

Ada pun, prosedur pemanfaatan lalat BSF ini adalah penanggungjawab terkait adalah Ketua RT yang bersangkutan. Ia mengkoordinir warganya agar memilah sampah organik dan non organik terlebih dahulu. Di sisi lain, Ketua RT juga harus siap membudidayakan BSF dengan dibantu warga di perumahan tersebut. Setelah terpisah antara sampah organik dan non organik, disinilah peran lalat BSF mulai dimanfaatkan untuk mengurangi sampah organik. Selain dapat mengurai sampah, limbah lalat mati ini dapat dijadikan pakan ternak atau pupuk. Menyiasati kesibukan orang-orang di perumahan, kegiatan pemilahan dan pembudidayaan tersebut dapat dilakukan sepekan sekali setiap hari Minggu ketika libur tiba. Selain bermanfaat untuk mengurangi sampah organik, kegiatan semacam ini juga dapat meningkatkan kesolidan, kerukunan, dan membangun hubungan personal yang baik antar warga. Dengan begitu, sampah yang diangkut ke TPS tidak lagi sebanyak dulu dan warga di perumahan pun akan memperoleh beberapa hal positif seperti yang tertulis di paragraf atas.

Menilik beberapa manfaat di atas, lalat BSF patut dilirik sebagai solusi cerdas dalam mengelola sampah organik. Biaya produksi yang terjangkau karena media utamanya adalah sampah organik, membuat semua kalangan dapat membudidayakannya. Sebagai salah satu perusahaan yang cukup menaruh perhatian pada pengelolaan sampah, Waste4Change pun mengusung program Black Soldier Fly Learning Center. Pada program ini, Waste4Change menawarkan 3 program utama yakni pertama, kunjungan 1 hari yang berisi tur dan pengenalan fasilitas pengembangbiakan dan pembudidayaan BSF guna memonitoring metode pemeliharaan dan proses pembusukan sampah makanan menggunakan BSF.   Kedua, kunjungan 5 hari berupa eksplorasi yang lebih detail dalam bentuk latihan langsung budidaya dan beternak BSF. Ketiga adalah program intensif selama 21 hari yang cocok diikuti oleh pelaku bisnis yang ingin mengembangkan peternakan dan budidaya BSF. Program Waste4Change ini dapat menjadi alat bantu untuk peternak pemula dalam merintis usaha ini, teruatama bagi mereka yang ingin mencoba meraup keuntungan kala pandemi.

Munculnya ketiga program unggulan tersebut, hendaknya tidak disia-siakan oleh masyarakat untuk bumi yang lebih baik. Segera kunjungi laman Waste4Change untuk info lebih lanjut. Selain itu, mereka juga menyediakan layanan manajemen sampah untuk perusahaan, gedung, dan pelaku bisnis. Informasi selengkapnya dapat diakses pada laman pengelolaan sampah disini. Tidak hanya berhenti pada program unggulan tersebut, Waste4Change juga menyediakan layanan pengangkutan sampah anorganik langsung dari rumah klien. Agar tidak terlewat kesempatan berharga ini, segera kunjungi laman berikut untuk informasi lebih lanjut.

Mengutip kalimat pada UNS Cultural Night tahun 2019, “Ignorance is a bliss for ignorant”. Ya, ketidakpedulian adalah kebahagiaan bagi mereka yang tidak peduli. Kini, saatnya mulai membuka mata dengan melakukan langkah konkret yang dapat mengatasi masalah pengelolaan sampah. Karena kita bukanlah orang yang tidak peduli tersebut, kita lah generasi Z pembawa perubahan. Kalau tidak mulai sekarang, lantas kapan lagi?

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog Waste4Change. Sebarkan Semangat Bijak Kelola Sampah 2021.


Nama Penulis  : Muhammad Fuadi Hakimi

Editor              : Zalfaa Azalia Pursita

Belum ada Komentar untuk "Budi Daya Lalat Maggot sebagai Upaya Mengatasi Sampah Organik secara Mandiri"

Posting Komentar

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel