You Think, You're Special to Someone
sumber gambar : twitter |
Halo, selamat pagi. Tumben yak gue menulis di pagi
hari. Biasanya kalau nggak malem yaa dini hari. Feelnya beda gitu dan lebih
syahdu. Nah, berhubung pagi ini gue sedang berada di kost temen, kuliah belum mulai
dan nggak ada liputan, jadilah gue ada waktu luang. Sembari menunggu peminjam
buku yang mau otw kesini, izinkan gue menuliskan sesuatu yang cukup membuat gue
kepikiran akhir-akhir ini.
Wait wait, gue bingung mau mulai darimana. Emm, gini
dulu deh..
Beberapa waktu terakhir gue baca beberapa buku yang bener-bener
mengubah sudut pandang gue secara drastis bahkan mengubah bagaimana gue
bersikap hingga saat ini. 2 buku yang turut andil tersebut adalah What’s So
Wrong About Your Life punya Ardhi Mohamad sama Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta
karya Alvi Syahrin. Kalau nggak salah mereka berdua tuh sepupu yaa, sering live
IG dan bikin podcast bareng. Gue menemukan cara pandang yang hampir sama dalam
kedua buku itu.
Oke, satu per satu yaa..
Dari bukunya Ardhi ada suatu bab yang berjudul “You Think, You’re Special to Someone”, yup persis seperti judul blog ini, gue bingung mau kasih judul apa wkwk. Seinget gue, dalam itu bab memaparkan tentang perasaan kita sebagai manusia. Yang kadang eror atau korslet dalam menanggapi perhatian someone pada kita. Se-spesial-spesialnya orang menganggap kita, kata Bang Ardhi disitu pasti mereka ada maksud buat deketin kita. Di psikologi ada teorinya, ohya Bang Ardhi lulusan psikologi btw, jadinya nggak ngawur dalam menjelaskan teori ini. Nah, betul nggak sih?
Emm, kapan hari lalu gue meet up sama seorang Mbak
yang keren dari Baktinusa yang sekaligus menjadi partner gue dalam mementori
adik-adik YouLead 1, Mbak Atina namanya. Kita sempet bahas beginian, tentang
hubungan entah pertemanan atau apa pun itu. Seperti kata Mbak Atina, ia setuju
dengan pemikiran Ardhi. Se-spesialnya kita terhadap someone pasti dia juga
ingin mengambil manfaat dari kita. Eits, tapi jangan diartikan negative yaa.. mengambil
manfaat disini terbagi jadi 2. Pertama yang saling melengkapi dan ada pas
membutuhkan. Kedua yang cuma mau enaknya doank, giliran dibutuhkan ngeghosting,
ilang, ckck..
Nah, dalam menjalin hubungan, yaa wajar kalau orang
ada maunya. Kita pasti juga ada maunya kenapa deket sama orang itu. Entah pengen
dapat ilmu yang bermanfaat atau belajar hal menarik dari dia tapi pastikan juga
kita membangun sebuah relationship yang saling support. Pas dia butuh, kita
harusnya nggak egois. Sediakan waktu bagi mereka yang udah berbuat baik ke
kita. Tapi, kalau udah menemukan modelan yang ada maunya doank tanpa mau membalas
kebaikan itu, yaa nggak apa-apa, semoga Allah yang membalas kebaikan kita. Seperti
itulah Muslim diajarkan dalam hablum minannas.
Next, bukunya Alvi Syahrin yang Jika Kita Tak Pernah
Jatuh Cinta. Jujur gais, gue merasa, perasaan gue bener-bener hambar setelah baca
itu. Dalam memandang suatu kesempatan yang berhubungan dengan the one, gue
kayak nggak ada.. em gimana yaa. Rasanya, sekarang.. gue sulit untuk membuka
pintu bagi yang datang. Intinya, sulit menaruh kepercayaan terhadap kemungkinan
manis yang mungkin akan terjadi.
Gue nggak mau lagi berkespektasi. Memercayakan sepenuhnya
harapan gue kepada manusia. Yang ada capek dan kecewa akhirnya. Awalnya, gue nggak
mengira kalau sebagian besar cowok itu sama tapi semakin ke sini dan setelah
membaca kedua buku itu, gue nggak bisa menepis opini temen gue yang sempet
membahas apakah semua cowok itu sama and she said YES!
Iyaa.. pasti beberapa dari lu ada yang protes, “nggak
kok zal, nggak semua cowok sama”. Emm, yes, maybe. Masih inget tokoh Fahri di Ayat-Ayat
Cinta? Eh tunggu, itu fiksi dink. Ok, di real life, inget Pak Habibie? Yang bener-bener
sayang sama Ibu Ainun, bahkan tanpa bicara sepatah kata pun, mereka berdua
dapat memahami perasaan masing-masing, seperti telepati. Itu yang gue baca dari
biografi beliau. Intinya, sayang banget dan setia lah sama Ibu Ainun. Nah, coba
lihat di sekitar. Ada yang kayak beliau? 1 : berapa yaa? wkwk atauu.. Biarkan waktu
yang menjawab hehe
Nah, karena gue cukup terdistract dengan hal ini. Gue memutuskan
untuk mencoba produktif dalam beberapa hal, beberapa kesibukan membuat gue
nggak memikirkan masalah ini terlalu dalam. Tapi di sisi lain, masa iya gue
begini terus. Nggak bisa menaruh kepercayaan terhadap seorang laki-laki. Kayak pesimis
gitu memandang suatu kemungkinan. Karena itu.. gue mencoba memahami dari sisi
psikologi. Kemarin pas main ke Gramed, ada buku yang membahas perbedaan antara
perempuan dan laki-laki, judulnya Men are from Mars, Women are from Venus yang
nulis John Gray, Ph.D. Gara-gara itu buku, ibu memandang gue dengan tatapan tak
terdefinisikan haha. Yaa, ngapain gitu gue beli buku begituan karena ini buku
lebih recommended bagi mereka yang udah berpasangan. Tapi daripada gue
berasumsi mendingan mencari tahu dari sumber terpecaya.
Also, kemarin malem, entah gimana, video kajian dari
Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri serial half of deen, muncul di YouTube gue. Judulnya
Menurunkan Kriteria Pasangan. Bukan sisi nikahnya sih yang gue highlight tapi
gue inget statement beliau yang bilang kalau kepercayaan terhadap Allah itu PENTING.
SUPER PENTING. Allah pasti nggak akan ngasih hal buruk kepada hambaNya. Gue jadi
kepikiran, iya untuk saat ini bisa dibilang hati gue hambar, sulit untuk
menerima kedatangan seseorang. Dan satu-satunya yang bisa gue lakukan hanyalah
berserah diri. Siapa lagi kalau nggak ke Allah. Dia yang membolak-balikkan
hati. Sekarang gue merasa begini, besoknya nggak tau gimana.
Toh seperti yang ditulis Alvi Syahrin dalam buku
bercover hitam dan merah menyala itu. Siapa yang nggak bahagia kalau kelak
dianugerahi sosok yang penyayang, saleh, dan menghargai pasangannya. Memiliki
keluarga kecil dengan hidup teduh di dalamnya. Tapi.. semua itu pasti akan
meninggalkan kita. Kematian itu hal yang pasti. Ditinggalkan oleh sosok yang
amat dicintai dalam hidup itu pasti menyesakkan dan ketika menghadap perjumpaan
dengan Tuhan kelak, yaa sendiri-sendiri. Itulah mengapa hingga saat ini gue yaa
begini-begini aja. Feelnya biasa. Entah harus berterimakasih atau gimana kepada
kedua penulis itu wkwk, yang menciptakan sudut pandang ini.
Kayaknya harus berterimakasih dah haha. Yaiya karena
itu, gue sekarang nggak berharap lebih lagi sama manusia karena gue sadar kalau
kita sama-sama nggak sempurna. Okelah, dalam berelasi gue akan menjaga hubungan
dengan sesama secara baik tapi gue harus terus membisiki diri agar menurunkan
ekspektasi terhadap manusia. Sekian, semoga teman-teman pembaca sehat selalu
yaa. Terima kasih sudah menyempatkan untuk baca di sela-sela aktivitas pagi ini
:)
Trimakasih, ulasannya mbak
BalasHapus