Walk by Faith

Halo, gais! Apa kabar? Semoga sehat lahir batin yaa.. Malam ini hujan deres dan gue baru aja balik pas Magrib tadi. Sebelum itu, gue disibukkan dengan urusan-urusan yang tertunda. Dari pagi sampai Maghrib, penuh banget jadwal gue. istilahnya, buat napas aja susah.

Seperti yang lo tahu, beberapa saat yang lalu gue mengikuti pemilihan Duta Bahasa Nasional di Jakarta secara luring. Enam hari gue habiskan di ibu kota. Waktu istirahat minim banget, tidur dini hari udah jadi makanan sehari-hari. Di samping itu, dari lubuk hati terdalam, gue mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang turut membantu, entah secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah yang membalas yaa.

Dari proses yang baru aja gue jalani, gue mengambil beberapa hikmah. Jujur ya, malam ini, gue capek karena seharian tadi ngurus banyak hal. Tapi, hati gue kayak nggak tenang gitu dan gue memutuskan untuk menumpahkannya melalui tulisan, biasanya setelah menulis, perasaan gue menjadi semakin lega.

Ada beberapa hal yang gue dapatkan selama berproses akhir-akhir ini tapi ada sesuatu juga yang mengganjal di hati. Beberapa hari yang lalu, gue pergi ke Gramedia, cari buku yang judulnya “Waktunya Pulang” karya Febriawan Jauhari. Gue bener-bener butuh banget baca itu. Sayang, ternyata belum beredar di toko buku.

Oke, singkat cerita, gue merasa ada yang kosong di hati walau ada beberapa hal yang seharusnya membuat gue bahagia. Di sini, gue mau bercerita tentang asem pahit menuju menjadi orang dewasa.

Ada kalanya, hal-hal yang menurut kita pantas diperjuangkan tapi orang lain nggak berpandangan demikian. Ada kalanya, beberapa orang nggak sepaham dengan kita. Ada kalanya, masalah-masalah hidup menumpuk jadi satu. Bagaikan beban kiloan yang lama-lama menjadi satuan ton, dengan tega menindas begitu saja.

Tapi..

Tadi, ketika di lampu merah, gue melihat beragam macam orang. Ada yang rela berpanas-panasan menjual koran, tidak peduli seberapa ringkih dirinya karena usia. Ada yang rela tubuhnya terbakar panasnya terik matahari dengan lumuran cat berwarna silver. Ada yang rela memakai kostum boneka lengkap yang sangat gerah dan apek tentunya. Hatiku tersentuh. Aku menunduk dan bergumam pada diri sendiri.

Seenggak enaknya keadaan yang mungkin sedang menimpa gue atau lo, masih ada yang hidupnya lebih berwarna dengan perjuangan. Gue malu. Sangat-sangat malu! Kata-kata mengeluh yang keluar, pengen gue tarik lagi setelah lihat mereka yang ada di lampu merah.

Belum lagi, btw gue baru ngajar di suatu sekolah. Di situ, gue bertemu dengan seorang adik yang tunarungu. Jujur, buat berkomunikasi susah. Tapi, gue amat terenyuh ketika si adek ini begitu bahagia melihat gue datang. Bahkan, sampai ngintilin ke mana pun gue pergi. Dia nggak bisa mendengar tapi raut wajahnya selalu ceria. Aaa, gue nulis ini monangis, huhu. Dik, Mba Zalfaa bersyukur dipertemukan denganmu, sehat-sehat selalu yaa!

Gais sampai di titik ini, gue sadar. Menjadi orang baik itu bukan sekadar ungkapan di story atau kalimat dengan diksi apik di takarir. Untuk menjadi orang dengan mata yang enak dipandang itu, butuh stok kesabaran sedalam laut dan seluas samudera. Eh gue lebay nggak sih analoginya? Haha. Tapi emang gitu sih.

Tentang orang baik ini, gue mau cerita. Gue punya temen, namanya Mba Elen. Orangnya baik banget, masyaallah. Ketika gue nanya kenapa mau berbuat baik tanpa mengharap apapun, jawabannya bikin jleb jleb dong. Kurang lebih gini,

“Zal, aku udah dibantu sama orang banyak. Maka, timbal baliknya aku harus berbuat baik juga ke orang lain. Tapi inget ya, jangan sekali-kali mengharap balasan dari manusia, tapi berharaplah pada Allah Yang Maha Pengasih dan kekal.”

Kalimat itu terngiang-ngiang sampai sekarang. Gue jadikan pegangan dalam menjalani hidup ke depan.

Oya, kenapa gue menulis malam ini.

Ada yang hilang.

Apa?

Doi? Bukan!

Emas Batangan? Bukan!

Koin recehan? Bukan!

SAKINAH! :’’ (ketenangan)

Setelah membaca tulisan-tulisan Bang Jauh pada akun Instagramnya, perlahan air mata gue menitik. Ada sesuatu yang hilang namun selama ini gue mengabaikannya. Dan sesuatu yang hilang itu, lama kelamaan menjadi biasa sehingga nggak terasa efeknya.

Ya Allah, sudah sejauh mana?

Gue nggak tahu kenapa bisa begini. Tapi satu hal yang gue yakini. Gue nggak bakal berputus asa dari rahmat-Nya. Seburuk apapun gue, Allah selalu mau menerima hamba-Nya kembali. Di titik ini, hati gue bener-bener gerimis.

Gue nggak bisa mengandalkan diri sendiri, tanpa Allah gue menjadi rapuh, sulit untuk bangkit kembali. Dalam dekapan kasih-Nya, gue merasa lebih tegar menghadapi segala sesuatu walau berat. Gue nggak mau ditinggalin sendirian, huhuhu.

Maaf ya gais, kalau tulisan ini rada nggak urut. Gue nulisnya juga dalam keadaan nano-nano karena dikejar banyak hal. Tapi tunggu, bukankah segala sesuatu itu ada untuk membuat kita menjadi versi yang lebih kuat? YA, TENTU!

Setelah kehilangan arah, gue nggak mau mengulang itu lagi. Walk by faith emang menjadi jalan yang selalu meneduhkan. Sampai titik ini, gue merindukan saat-saat di mana pergi ke surau di sore hari. Mengaji lantas mendengarkan Ustadz bercerita kisah-kisah penuh hikmah. Atau kala terbata mengeja huruf hijaiyah bersama Mbah Kakung di rumah sederhananya, beliau akan tertawa dan berjanji membelikanku sesuatu kalau aku berhasil mengejanya dengan tepat. Aku juga rindu masa-masa ketika sebelum pandemi, teman-teman di kampus setiap hari Senin dan Kamis yang mengajakku ikut kajian rutin di Masjid Nurul Huda.  

Ya, jawabannya sudah pasti. Fisikku sudah pulih namun hatiku yang masih letih.

Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Seperti halnya fisik, hatimu juga bisa merasakan lelah. Siramilah ia dengan percik-percik hikmah.”

Sampai sini, aku pamit undur diri dulu. Menata beberapa hal sebelum kebablasan. Menggenggam erat apa yang sudah digariskan. Sedih kalau Allah sudah tidak bersamaku lagi, aku tidak mau hal itu terjadi. Apa jadinya kalau yang memiliki langit dan bumi tidak ada di pihakku? Ya Allah, aku pulang.

 

1 Komentar untuk "Walk by Faith"

  1. Hemm semakin ke sini memang semakin sulit, pengaruhnya terhadap kesehatan mental pun sangat kuat. Apalagi saat fisik dan batin lelah.

    BalasHapus

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel