Menjadi Manusia

white rose. source: pinterest

Tulisan ini mungkin bernada melankolis. Rasanya bener-bener campur aduk sehingga gue rasa butuh untuk menulis. Sekali lagi, menulis adalah cara terampuh buat bikin perasaan lega, selega-leganya. Hari ini, gue merasa kurang produktif. Setelah ikut kegiatan daring FLC selama dua hari penuh kemarin, gue banyak natap layar dan nggak bobok siang, akibatnya hari ini durasi tidur siang gue panjaaang banget dan tadaa sekarang gue insomnia, hiks.

Sebelum nulis ini, gue baru aja nonton suatu film yang pernah hits banget, di Netflix rating-nya bagus. Bahkan meraih beberapa penghargaan. Ini film lama btw. Apa judulnya? Rahasiaaa, wkwk. Intinya, gue merasa relate aja sama apa yang dialami tokoh utama dan jadi tahu alasan kenapa begitu. Tapi ini bukan konteks pacaran, melainkan hubungan professional dengan teman yang disatukan karena sebuah takdir. Cielah, kayak Siti Nurbaya aja ini hahaa.

Dalam berhubungan, entah dengan kelompok atau bahkan individu, nggak selamanya berjalan mulus kan? Ada kalanya, lo bakal ketemu orang unik yang nggak pernah lo pikir ada orang semacam itu di dunia. Makin dewasa, makin beragam pula karakter orang yang dikenal.

Di film tadi, awalnya gue skip skip aja karena terlalu ABG, haha. Tapi, setelah nyampai seperempat, mulai tuh film lumayan serius. Film ini berkisah tentang hubungan yang toksik, penuh manipulasi. Mungkin, lo pernah ketemu orang yang hari kemarin jahat banget sama lo, bahkan dalam beberapa kasus sampai ngasarin main fisik, eh tapi hari ini, dia baiknya bak pangeran berkuda putih yang dengan gampangnya muncul seperti tanpa dosa. Tapi, hari berikutnya lagi, dia bisa aja ngulang kesalahan yang sama. Gitu terus siklusnya.

Tapi, siapa kita sih berhak nge-judge sesama manusia? Well, tapi gue yakin sebagai manusia biasa, lo kalau ketemu modelan orang macam itu, bakal gedeg setengah mati kecuali lo modelan orang kayak Fahri di novel Ayat-Ayat Cintanya Kang Abik, yang sifatnya masyaallah. Well, tapi setelah lihat film tadi, gue menemukan pelajaran yang menarik. Jadi gini..

Orang yang hobinya manipulatif dan penuh drama ternyata adalah seseorang yang memiliki luka mendalam. Di film tadi, si tokoh yang manipulatif ini yang mana tokoh cowok, posesif banget sama pasangannya, bahkan sampai main fisik. Eh setelah ditelisik lebih dalam, ternyata doi sering diperlakukan kasar oleh nyokapnya. Nyokapnya dalam mendidik pun, selalu nuntut ini itu, kalau nggak dituruti bakal main kasar, dan gas-lighting gitu. Terus, hari berikutnya dengan enteng bakal minta maaf. Tapi maaf hanyalah bualan belaka. Hari berikutnya siklus toksik dalam keluarga itu berlanjut terus.

Get my point?

Nah, si cowok ini jadilah pribadi yang sebelas dua belas seperti nyokapnya. Masalah kecil bisa jadi besar. Nggak keturutan dikit, ngambek, bahkan ngasarin pasangannya. Terus nanti nangis-nangis minta maaf. Tapi habis itu diulang lagi. Btw di film itu, si cewek yang akhirnya tahu perlakuan ibunya si cowok, malah jadi simpati dan pengen mengubah perilaku si cowok ke arah yang lebih baik. Padahal si cewek ini udah sering dikasarin, dikata-katain.

Akhirnya, berusahalah si cewek untuk mendampingi si cowok dalam keadaan apapun. Dengan harapan, si cowok ini bisa mengubah perilakunya yang toksik. Etapi.. malah ditinggal dong sama si cowok dan dimanuplasi (lagi). Mengundang penonton untuk mengucap istighfar emang.

Dari sini, wahai perempuan yang punya sifat keibuan juga naluri untuk mengubah seseorang ke arah yang lebih baik, gue tahu niat lo itu baik tapi kalau punya hubungan yang toksik kayak di atas.. SEGERA AKHIRI! Mau ngoyo kayak gimana pun, kalau si cowok nggak ada keinginan untuk mengubah dirinya sendiri, ya nihil. Yang ada makan hati terus.

Banyak gue baca kisah serupa di Twitter. Gue nggak pacaran, jadi emang nggak bisa relate kok bisa sampai sebucin itu. Udah dimaki, dikasarin, bahkan diutangin dalam jumlah yang banyak dan nggak dibalikin, kok bisa-bisanya masih sayang. Ya, mungkin karena balik lagi, ada sifat keibuan perempuan itu. Tapi, temans, sebelum terjerumus ke arah yang lebih buruk, akhiri aja. Di awal mungkin emang sakit banget, tapi percayalah, mending lo merasakan sakit hati sebentar di awal daripada seumur hidup kalau misal sampai nikah gitu.

Nah, dari film tadi, sudut pandang gue ke temen yang mungkin secara nggak sadar dia sering berlaku impulsive juga manipulatif, gue jadi ada sudut pandang baru, tapi dia nggak sampai main fisik sih dan nggak ngatain. Orang-orang seperti itu, memang faktanya butuh dirangkul, diberi kasih sayang dan perhatian lebih dari orang pada umumnya. Ada inner child yang terluka dalam batinnya. Kita sebagai temen yang baik, tentulah sebisa mungkin menjadi pendengar yang baik juga sabar dalam menghadapinya. Tapi, kalau dia tetap bersikap manipulative atau bahkan kasar, ya udah nggak usah diambil hati. Doakan dia biar Allah yang menjaganya. Itulah hal terbaik terakhir yang bisa kita berikan sebagai teman yang baik.

Fiuhh, gitu gais ceritanya. Itu kenapa gue juga belom tidur. Oya, selain itu, tadi gue nonton videonya Prof. Rhenald Kasali, aseli bagus bingit. Etapi kalau gue ceritain kayaknya bakal panjang dan gue nggak jadi tidur padahal besok pelepasan KKN, hahaha.

Terakhir, menutup tulisan ini, self reminder juga sih buat gue. Besok lagi, kalau ketemu teman dengan model seperti itu, nggak perlu kaget. Memang, berhadapan dengan sosok seperti di atas membutuhkan kesabaran yang ekstra. Mereka perlu dirangkul tapi kalau nggak mau dirangkul, ya itu bukan salah kita, nggak usah dipaksakan lagi kalau emang maunya begitu. Gue nggak bisa ngasih tips lebih lanjut gimana cara hadapinnya karena bukan ahlinya. Mungkin, mumpung gue masih jadi jurnalis kampus, seru kali ya wawancara dosen psikologi buat bahas tips-tips kek gini. Doain semoga bisa yaa. Akhir kata, selamat malam dan selamat memaafkan.

 

 

Salam hangat dari yang baru saja tercerahkan,

Zalfaa (a-nya dua, iya dua)

 

2 Komentar untuk "Menjadi Manusia"

  1. Hemm, hanya bisa diam karena merasakan hal yang sama. Baru beberapa hari ini mulai nulis lagi, menjadi diriku sendiri. Seperti di awal menulis ingin mengungkapkan perasaan biar lega, begitulah.

    BalasHapus
  2. Istilah gaslighting aku dengar pertama kali dari IG, memang ini yang sering terjadi yang buat beberapa orang ngerasa dirinya terlalu lemah. Entahlah, sempat ngerasain kayak gitu nyesek :)

    BalasHapus

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel