Skenario Unik Bersama Sosok di Masa Lampau
Benarkah masa lalu bisa datang tanpa diduga? Kisah yang dulunya hanya sebuah kenangan, kini nampak jelas di depan mata. Membuat kilas balik yang cukup dramatis. Kisah ini, sungguh tak pernah terduga sebelumnya.
Sebelum lebih lanjut, gue mau menuliskan dulu apa yang gue rasakan
saat ini. To be honest, ada secercah rasa cemas tentang suatu hal. Membuat
suasana hati yang senang menjadi meredup seketika kala teringat sesuatu yang
membuat cemas itu. Beruntungnya gue, setelah berkontemplasi sejenak,
pikiran-pikiran kalut itu lenyap seketika, digantikan solusi yang mungkin bisa
gue coba.
Oke. Langsung aja, kali ini, gue mau cerita tentang kejadian yang
nggak terduga. Sebenernya udah lama, emang sengaja nggak gue ceritakan secara gamblang
saat masing hangat, biar mengendap dulu dan menjadi cerita yang enak untuk
diceritakan.
Seperti yang lo tau, alhamdulillah hingga saat ini, gue masih di
Humas UNS sebagai seorang jurnalis. Jujur, baru kali ini gue freelance bisa
awet banget. Pernah jadi tutor les privat bahasa Indonesia dan Inggris, tapi
mandeg. Pernah juga mencoba menekuni dunia bisnis, namun mandeg. Gue semakin
percaya kalau renjana (passion) gue adalah memang di bidang kepenulisan.
Cerita ini bermula ketika dapet informasi prestasi dari mahasiswa Fakultas
Hukum (FH). Gue saat itu, melihat foto yang dikirim editor di grup koordinasi kalau
nggak salah ingat. Dalam foto tersebut terdapat lima mahasiswa FH yang berfoto
memakai setelan jas lengkap dengan syal yang tersampir di kedua bahu. Sejenak,
gue deg-degan dan kaget ketika melihat sosok di paling ujung kiri.
Untuk meyakinkan diri, gue kembali mengamati foto tersebut lebih
dalam. Ternyata betul. Ia adalah sosok yang pernah di hadir di masa lalu. Dan…
saat itu, gue yang bertugas meliput berita prestasi mahasiswa FH tersebut.
Sebelumnya, ketika mewawancarai orang, gue nggak pernah segugup
ini. Sendirian pun berani, tanpa perlu mengajak teman. Namun saat itu beda,
sangat berbeda.
Gue dan sebut aja nama pria tadi adalah Andrew (tentu bukan nama
sebenarnya) udah kenal lama banget sejak SD. Kami benar-benar kenal saat kelas
6 SD kalau nggak salah.
Singkat cerita, sampai SMP kami masih menjadi teman dekat. Andrew menjadi
salah satu orang yang selalu ada kala gue menghadapi masa-masa kurang
mengenakkan di SMP. Dia teman yang baik, Andrew tau film favorit gue dan hal-hal remeh lainnya. Hingga
suatu saat, nggak ada angin, nggak ada hujan, si Andrew mengungkapkan perasaannya
ke gue, dia mau jadi lebih dari seorang sahabat.
Gue sangat shock saat itu. Hmm, bisa-bisanya. Gue yang berprinsip
untuk fokus dulu belajar, menolak dengan halus permintaan Andrew. Mulai saat
itu, hubungan kami renggang, bahkan lost contact. Tanpa ada ucapan
selamat tinggal atau penjelasan barang secuil pun. Gue paham, saat itu kami
masih sama-sama remaja yang belum tau jati diri dan labil. Lucu juga kalau
diingat.
Hingga waktu itu tiba, setelah sekian purnama, Andrew dan
teman-temannya sukses meraih juara pada suatu lomba dan gue yang meliput
prestasi mereka. Seperti biasa, editor akan membagikan narahubung yang bisa
dihubungi jurnalis untuk janjian wawancara dan nomor tersebut adalah milik Andrew!
Hmmm.. rasanya saat itu. Antara sungkan dan takut atas apa yang
terjadi, tapi ya gimana lagi, kan gue yang ngeliput. Gue menguatkan diri, gue
harus professional!
Akhirnya, gue menghubungi Andrew untuk wawancara mengenai prestasinya.
Uniknya, entah dia berpura-pura atau memang udah melupakan gue sepenuhnya, saat
membalas pesan gue, dia kayak nggak kenal seorang Zalfaa. Dia menghendaki untuk
bertemu di sebuah tempat dekat kampus.
Deg-degan to be honest, gue pun mengajak salah satu jurnalis buat
ikut serta, namanya Mbak Kaffa. Gue udah deket banget sama Mbak yang satu ini
dan gue cerita tentang keadaan sebenernya. Eh, Mbak Kaffa ketawa dong dan
akhirnya, “ya udah aku temenin nggak apa-apa”.
Saat hari h, gue boncengan sama Mbak Kaffa menuju tempat yang
disepakati sebelumnya. Ternyata, Andrew udah sampai duluan. Dengan memberanikan
diri, gue menyapanya.
“Hai, do you remember me?” kata gue spontan saat itu.
Andrew melihat kedatangan gue dan dengan tersenyum, dia jawab “Yes,
of course.”
Hih, bisa-bisanya di WA sok nggak kenal, hahaha. Akhirnya kami
menuju sebuah meja. Gue mengenalkan Mbak Kaffa ke Andrew dan ternyata, ada satu
teman Andrew yang menyusul saat itu.
Lo tau apa yang terjadi selama proses wawancara?
Ternyata mengaliiir gitu aja, ya walau awalnya rada sungkan. Suasana
bertambah cair dan hangat dengan kehadiran Mbak Kaffa dan teman Andrew. Nggak salah
gue ngajak Mbak Kaffa, hahaha. Selama wawancara berlangsung, kadang kami
tertawa bersama atau menyimak dengan serius perjuangan Andrew dan
teman-temannya hingga berhasil meraih juara.
Malam itu, gue menyimpulkan, semua telah usai dan menemukan titik
terangnya. Overthinking gue pada hari-hari sebelumnya, nggak terbukti
dan bahkan hari itu berjalan dengan menyenangkan. Di akhir wawancara, terdengar
ucapan terima kasih dari Andrew dan yap, gue berterima kasih kembali.
Belajar dari kejadian itu, ternyata, otak manusia itu imajinatif
ya. Hobi membayangkan hal-hal yang belum terjadi dan nggak jarang
mendramatisasi sebuah keadaan. Padahal, ketika dijalani, ya nggak semenyeramkan
itu kok. Bahkan, malah berujung menemukan titik cerah.
Terima kasih Andrew dan teman-teman yang sudah berbagi inspirasi! Beneran
deh, ini tuh kayak film-film aja, hahaha. Setelah sekian tahun nggak berjumpa
dan lost contact, eh dipertemukan dengan cara yang nggak pernah
disangka-sangka. Sekarang sih, gue sama Andrew ya biasa aja. Dalam artian,
tidak ada luka masa lalu yang dibawa di masa sekarang. Andrew mulai mengikuti
Instagram gue saat itu dan terakhir, gue mengucapkan selamat atas sidangnya. Begitulah,
semua berjalan dengan baik-baik saja. Gue menjalani hidup gue, pun Andrew. Walau
pertemuan kami hampir mirip alurnya dengan film AADC 2, namun ini bukan AADC 2
dan memang tidak ada unsur romansa seperti Rangga dan Cinta. Pertemuan tak
terduga itu, secara tidak langsung menjawab segala pertanyaan yang berkecamuk, menghilangkan
perasaan bersalah di masa lampau, hingga akhirnya kami sama-sama berdamai dan mampu
melanjutkan hidup dengan bersikap sebagai seseorang yang dewasa. Kuucapkan terima
kasih kepada Tuhan yang telah menghadirkan skenario unik ini.
Ikut dag dig dug hemm berasa baca cerita di novel, tapi hati berbunga-bunga ga sih. Pernah juga ngalamin kayak gini orang dari masa lalu yang berkesan ketemu kembali di masa depan beh rasanya ga karuan hati diobrak-abrik. Aku sedikit ketawa uniknya skenario masa lalu. Terima kasih sharingnya!
BalasHapus