Hati yang Penuh Welas Asih dan Ketenangan

 

sumber: pinterest

“Saya akan bahagia jika saya sudah menikah.”

“Saya merasa lega jika sudah mendapatkan pekerjaan impian.”

“Saya merasa lebih hidup jika sukses meraih beasiswa bergengsi itu.”

 

Sering mendengar ungkapan-ungkapan di atas? Bisa jadi, kita pernah mendengarnya dari teman-teman kita. Atau jangan-jangan, kita sendiri yang di dalam hatinya berkecamuk pertanyaan-pertanyaan di atas? Tidak apa, sini aku beri tahu suatu hal yang menenangkan.

Bayangkan saat ini kamu sedang berjalan pada jalan setapak yang sejuk. Kanan kirimu adalah pohon yang teduh. Di depanmu terhampar sungai yang jernih. Kamu sedang memakai baju berwarna putih dengan model favoritmu. Rambutmu tertiup angin sepoi-sepoi. Kamu berjalan sambil tersenyum teduh. Sangat teduh sehingga semesta pun ikut merayakan keteduhan hari itu.

Sepakat yaa, bayangkan kamu sedang di posisi itu dan aku, menjadi teman berjalanmu. Aku berada di samping kananmu dan berbincang seolah-olah kita adalah teman yang sangat akrab. Aku ingin membisikimu sesuatu…

Tak jarang, perasaan tidak puas menghampiri diri sendiri. Entahlah, aku tidak tahu mengapa kamu merasa belum cukup dengan diri sendiri. Ah, kamu masih membandingkan hidupmu dengan orang lain yaa? Mereka yang sudah berlari kencang, namun kamu merasa masih jalan di tempat. Jangankan berlari, saat ini kamu masih sulit untuk berjalan.

Percaya padaku, bahwa lebih baik berjalan bukan berlari. Kamu sudah cukup dengan dirimu sendiri. Mereka yang kamu lihat sudah terbang di atas awan itu, mungkin mereka telah mulai terlebih dahulu atau memang mereka bekerja lebih keras darimu. Walau pun begitu, kamu memilih untuk tidak menyerah dan terus berusaha berjalan. Itu sesuatu yang keren dan tolong, pertahankan semangat yang masih menyala itu ya. Bagaimana, kamu setuju?

Terima kasih telah mengangguk dengan takzim.

Izinkan aku melanjutkan obrolan kita. Mungkin juga, sekarang masih ada mendung menggelayut dalam hatimu. Kamu masih merasa belum bisa berbahagia sepenuhnya apabila belum menemukan seseorang yang dapat mengertimu, mendengar tawa tangismu, dan melengkapi kehidupanmu. Iya, aku tahu bahwa agama pun menganjurkan untuk mencari pelengkap separuh agama. Tentu, untuk menemukan ketenangan hati, kesejukan batin, dan partner yang mampu mendukung kegiatan baik yang sudah kamu jalankan.

Namun, bolehkah aku memberi tahu sesuatu? Percayalah, menikah tidak seindah yang ada dalam bayanganmu (bagi kamu yang masih single dan belum tau realitas dunia pernikahan). Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan. Sudahkah kamu matang secara emosi? Ini penting, karena pernikahan bukanlah sehari atau dua hari. Kalau kamu masih gampang terbawa emosi seperti marah jika pesan WhatsApp-mu dibalas terlalu lama, padahal memang pasanganmu sedang ada kesibukan lain atau kamu hobi menyalahkan pasangan, itu bukanlah hal yang dewasa. Tidak hanya faktor emosi, namun masih banyak faktor lain yang esensial seperti ilmu agama atau kesiapan finansial. Belum lagi jika ada perbedaan pandangan tentang ilmu parenting, prinsip wanita harus di rumah atau boleh berkarir, alokasi uang bulanan, mau ikut dengan mertua atau bagaimana, di mana tempat mengaji, dan lain-lain.

Aku sarankan, jangan terburu-buru dalam hal ini. Pilihlah dia yang bajik, seimbang dalam kehidupan, penuh welas asih, dan mampu mengampuni. Pasangan seperti ini akan memberikan ketenangan batin yang menjaga kesehatan jiwamu. Pun, membantumu dalam berbuat baik pada sesama. Selagi menunggu atau memantaskan diri, kamu perlu merasa cukup. Cukup dengan diri sendiri. Isi waktu-waktu ini dengan meningkatkan kualitas diri, insyaallah, dia yang datang pun akan setara value-nya dengan kita.

Oh tunggu, apa? Apa katamu? Kamu masih marah dengan diri sendiri? Karena apa? Karena kamu baru saja melakukan kesalahan?

Sayang, sudah kuberi tahu, manusia adalah tempatnya salah. Wajar jika kamu melakukan suatu kesalahan. Tidak perlu terlalu menyalahkan diri sendiri, apalagi mengatai diri sendiri sebagai orang yang bodoh, tidak berguna, dan penuh dengan kesalahan. Tidak, kamu tidak seburuk itu.

Hey, aku pun baru saja melakukan sebuah kesalahan akhir-akhir ini. Aku tahu, di luar diri kita seperti respons orang-orang terdekat atau teman yang ada dalam satu project, bukanlah ranah kita untuk menentukan. Tapi, please, untuk diri kamu sendiri, tanamkan rasa pengampunan diri itu. Salah itu wajar. Tidak apa-apa, kamu sudah berbuat sebaik mungkin yang kamu bisa. Mungkin hasilnya memang tidak sesuai rencana. Tak apa, itu di luar kendali kita, kalau hari ini gagal dan masih melakukan kesalahan, masih ada hari esok untuk memperbaiki dan memulai lagi. Selalu ada harapan untuk memperbaiki diri, semangat ya.

Sampai sini aku harap kamu paham bahwa kamu berharga. Tak perlu menunggu momentum untuk merasa bahagia. Karena bahagia letaknya adalah dalam hati dan hati yang bersyukur selalu menemukan cara untuk merasa cukup dan damai. Setelah ini pula, carilah lingkungan, sahabat, maupun pasangan yang bajik, lingkungan yang dapat mendukungmu dalam berbenah ke arah yang lebih baik.

Lingkungan, sahabat, dan pasangan yang bajik mampu membuat hari-harimu berwarna. Mereka yang mampu melihat sisi burukmu, namun juga sisi positifmu. Mereka yang memancarkan kebijaksanaan dan penuh pengampunan. Mereka yang penuh welas asih. Mereka adalah orang-orang dengan mata yang enak dipandang. Jika sudah bertemu dengan sosok-sosok itu, tolong peganglah erat-erat.

Sudah ya, sampai sini dulu perjalanan kita bersama. Selamat menikmati indahnya pemandangan sungai jernih yang dekat denganmu sekarang. Aku pamit. Semoga perjalanan singkat ini cukup bermakna.

Terakhir, dalam tulisan ini, aku ingin mengungkapkan rasa bersyukur yang amat dalam. Teruntuk yang sudah bertahan dan membersamaiku selama ini walau sudah tahu betul sisi burukku, kuucapkan terima kasih sedalam-dalamnya. Kamu adalah sosok yang tulus, berhati baik, dan lembut tutur katanya. Penuh pengampunan kala diriku melakukan kesalahan yang tak seharusnya terulang. Senyum yang teduh itu selalu mampu mencerahkan hari-hariku. Perkataan, “sudah tak apa, besok bisa dicoba lagi” sambil tersenyum menguatkanku. Hai, sahabat terbaikku dari Bojonegoro, Jawa Timur. Aku menulis ini sambil mendengarkan instrument dari Yiruma berjudul River Flows in You, aku tersentuh, terharu, dan merasa memiliki hati yang penuh.

Ya Tuhan, terima kasih untuk kehidupan yang baik ini. Aku merasa terberkahi, dicintai, dan diperhatikan. Kau selalu baik, Ya Rabb. Terima kasih telah menghadirkan sosok-sosok yang mampu membuat kehidupanku lebih baik. Tolong, jagalah mata yang enak dipandang itu; keluarga yang hangat, sahabat-sahabat yang dekat, dan mentor dalam kehidupan. Dan jika boleh, walau malu aku mengatakannya, izinkan aku menitipkan dia yang belum kutahu namanya dan bagaimana sosoknya. Nama yang tertulis di Lauhul Mahfudz itu, semoga selalu dalam lindunganmu, terjaga pula hati dan pandangannya, dan mudahkanlah ia dalam berbuat baik dan bermanfaat untuk sesama. Berikan sinyal, bahwa diriku masih bisa bersabar sejauh ini dan masih dalam proses menuju kata siap dan tuntas dengan diri sendiri.

 

Ditulis dengan hati yang penuh,

Zalfaa

Belum ada Komentar untuk "Hati yang Penuh Welas Asih dan Ketenangan"

Posting Komentar

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel