Tentang Doa dan Menjadi Tatag
dokumen pribadi |
Tulisan
ini aku dedikasikan teruntuk sosok yang amat kusayangi. Keteduhan, keceriaan
yang tumbuh, dan penyemangat kala diri tertatih menghadapi badai kehidupan. Oh,
tunggu. Sebelum lebih lanjut, teruntuk inspirasi tulisan ini, kukatakan, aku menyayangimu,
sungguh. Teruntuk, kedua orang tuaku, mbah kakung dan mbah uti, dan kawan-kawan baikku.
Di
suatu malam, seperti biasa aku menelepon sahabat baikku. Dia adalah salah satu anugerah
terindah yang dititipkan Tuhan padaku. Dia merupakan jawaban doa di masa putih
abu-abu kala diriku merayu pada Allah untuk dihadirkan sosok sahabat yang
membawa kebaikan untuk dunia maupun akhiratku. Seharusnya, saat itu aku
melakukan rutinitas yang telah disepekati seperti sebelumnya bersama sahabatku,
namun kala itu, pikiranku tidak fokus, banyak input yang masuk, sehingga perlu
waktu untuk mencernanya.
Sahabatku
ini, seperti biasa, selalu bersikap hangat dan mengatakan tak apa, biar aku
mengambil jeda sejenak. Hmm, namun setelah itu, percakapan kami berlangsung
hingga tiga jam lamanya. Kala itu, aku baru saja menonton sebuah film bagus di
Netflix. Film itu berjudul Habibie dan Ainun 3.
Tidak
sia-sia meluangkan waktu untuk menyimak kisah Ibu Ainun muda. Ah, rasanya
kekagumanku pada pasangan hebat itu, makin menjadi-jadi saja. Pantas Pak
Habibie mendapatkan Ibu Ainun, pun sebaliknya. Mereka sekfrekuensi, memiliki
visi misi yang sama untuk membangun Indonesia, dan sama-sama berhati bening.
Bu
Ainun sosok yang berhati lembut lagi tulus. Masa mudanya ia habiskan untuk
tekun belajar dan mengabdi pada masyarakat. Tak heran, ia menjadi lulusan
terbaik pada masanya. Dalam film itu, diceritakan pula bahwa dulunya beliau
pernah menjalin kisah asmara dengan Ahmad, mahasiswa Fakultas Hukum UI yang
juga merupakan anak dari dosen Ibu Ainun di Fakultas Kedokteran, namun karena
Ahmad ingin membangun kehidupan baru di luar negeri, sementara Ibu Ainun ingin
tetap tinggal di Indonesia karena rasa cintanya yang teramat luar biasa pada
ibu pertiwi, mereka pun berpisah.
Bu
Ainun tetap di Indonesia menolak ajakan sang kekasih untuk melancong ke luar
negeri, sementara Pak Habibie yang sudah memiliki pekerjaan mentereng dengan
gaji tinggi di Jerman, rela meninggalkan karirnya demi pulang untuk membangun
Indonesia tercinta. Ah, diperlukan hati seluas samudera untuk bisa seperti
beliau berdua. Salut sesalut-salutnya, masyaallah.
Aku
pun berceloteh panjang lebar mengenai nilai-nilai kehidupan yang aku dapatkan
pada sahabat baikku di telepon kala itu. Hmm, kala itu, aku sekaligus melakukan
refleksi diri. Apa yang sudah aku perbuat untuk Indonesia? Hal baik apa yang
ingin aku tekuni? Dan, mm, sosok seperti apa yang dengannya, aku yakin untuk
menghabiskan sisa hidupku.
Dan
detik ini kala menulis, aku merasa bersyukur daaan.. merasa beruntung. Mengapa?
Aku
beri tahu yaa.. Sering sekali aku merasa menjadi sosok yang biasa saja.
Maksudku, aku belum bisa menjadi sosok yang tekun dalam suatu bidang, bukan
juga anak yang amat rajin, tidak begitu ambis, dan malah terkesan santuy. Medioker.
Namun, kala dirunut, rasanya banyak sekali hal-hal baik yang datang dalam
hidupku. Entah itu dimudahkan dalam mencapai sesuatu yang aku inginkan atau
dipertemukan dengan sosok yang positif.
Aku
bertanya-tanya, dari mana aku mendapatkan itu semua? Kerja keras juga belum
bisa dibilang. Kedekatan dengan Tuhan masih sangat perlu ditingkatkan. Lantas
apa? Dalam kontemplasi ini, aku menemukan jawaban: DOA.
Ya,
aku sadar, bisa jadi kemudahan-kemudahan dan keberkahan dalam hidup ini adalah terkabulnya
untaian doa dari kedua orang tuaku. Rasanya, tak pernal alpa mama dan ayah
mendoakan kebaikan untuk kedua putrinya. Walau aku yakin, tingkahku masih
sering membuat beliau berdua istigfar, namun doa beliau tak pernah terputus.
Sungguh, hal itu adalah keberkahan indah yang patut aku syukuri. Mama, Ayah,
terima kasih atas doa-doa yang melapangkan urusanku hingga saat ini :’)
Hmm,
sejujurnya aku merasa agak pekiwuh. Kemarin ketika pulang ke rumah, ayah
dan mamaku sempat membahas acara pernikahan yang baru saja berlangsung di desa
kami. Aku yang bertanya duluan sih dan agak shock malah ketika tahu
jawabannya. Ternyata.. teman-teman sebayaku di desa, kebanyakan sudah
menyempurnakan separuh agama. Sebagiannya lagi sudah dilamar tinggal menggelar
akad dan pesta pernikahan. Sebagian lagi, sering diapel pacarnya di hari-hari
tertentu.
Kala
membahas itu, aku agak was-was misal kedua orang tuaku bertanya “kapan”.
Alhamdulillah, pertanyaan itu tidak keluar dan aku lega. Mama dan ayahku tahu
betul apa yang sedang aku perjuangkan dan prioritaskan saat ini. Terima kasih
aku ucapkan pada keduanya yang sangat memahami perasaanku dan menjaganya dengan
rapi.
Maaf
yaa Ma, Yah, sampai saat ini, aku memang belum bisa mengenalkan seseorang.
Rasa-rasanya, belum ada yang pas di hati dan mungkin aku masih berpegang pada
idealismeku yang itu. Sebelum menggapai yang satu itu, sebisa mungkin aku
menjaga diri terlebih dahulu, tidak membuka sembarangan hati pada laki-laki
yang datang.
Seperti
kemarin, ketika ada sosok laki-laki yang hendak berproses denganku. Sebagai perempuan yang perasa, aku cukup tersentuh dengan
perjuangannya (yang sampai saat ini tidak tahu siapa). Maksudku, lihat saja,
dia tak langsung mengutarakan perasaannya padaku, namun melalui perantara,
tidak melanggar rambu-rambu yang sudah ditetapkan Tuhan. Cara yang amat anggun untuk mendapatkan hatiku.
Aku
pun sempat goyah akan pendirianku, apakah hendak menyegerakan atau tidak. Saat
itu, aku sempat berpikiran untuk menyegerakan karena ingin menemukan penyejuk
hati dan sosok yang mampu melindungiku dari fitnah dunia. Yaah, pergaulanku
cukup beragam. Ada yang sudah paham agama, sehingga tahu batasan antara
laki-laki dan perempuan, ada pula yang perlu masih belajar. Terkadang, entah
bermaksud bercanda atau bagaimana, aku risih ketika ada cowok yang menggoda. Saat
itu aku berpikir, mungkin kalau aku sudah bersuami, mereka yang kadang
bermaksud bercanda itu, tidak berani aneh-aneh lagi.
Tapi,
lagi-lagi, aku kembali menguatkan diri. Tidak, Zal, belum sekarang, sabar dulu
ya. Masih ada mimpi itu yang harus kamu raih. Sulit meraihnya jika sudah
berstatus menjadi seorang istri. Dan untuk menghadapi yang bercanda itu, aku
harus bisa menjadi sosok perempuan yang kuat, memiliki value, dan
mandiri. Aku pasti bisa kok menghadapi itu semua, dengan bantuan Allah
tentunya. Terima kasih juga pada sahabat baikku yang sudah menguatkan.
Akhirnya, aku pun melepaskan dan mengikhlaskan momen mengejutkan di bulan
Syawwal kemarin. Insyaallah, esok lusa jika aku sudah siap dalam waktu terbaik,
sosok yang akan menjadikanku lebih berarti dari siapapun akan datang.
Mimpi
yang hendak aku perjuangkan dan terkesan idealis itu, bukan hanya sekadar
mimpi. Maaf, aku tidak bisa mengatakan apa, namun mohon doa terbaiknya ya.
Terakhir,
sebelum menutup tulisan yang dibuat dengan hati-hati ini, aku juga mau
mengungkapkan rasa bersyukurku yang teramat dalam. Selain doa-doa orang tuaku
yang terus melangit, aku yakin ada pula doa dari mbah kakung dan mbah utiku
kepada cucu-cucunya. Ah, rindu sekali dengan mereka. Semoga Allah merahmati
mbah kakung dan mbah uti yang selalu baik dan hangat pada cucu-cucunya.
Selain
itu, kuucapkan terima kasih pula pada sahabat-sahabat dan teman-teman baikku.
Sungguh, keberadaan kalian adalah nikmat yang berharga. Aku yakin doa-doa baik kalian juga terpanjat untukku, terima kasih atas keteduhan itu. Aku bersyukur
bisa bertemu dengan orang baik dan tulus seperti kalian.
Sungguh,
jangan pernah meremehkan kekuatan doa dan kebaikan sekecil apapun itu. Kita tak
pernah tau kebaikan mana yang membuat Allah rida dan doa dari siapa yang Allah
dengar. Tanam banyak-banyak benih kebaikan agar Allah sayang kita. Doakan pula
orang-orang terdekat dan tersayang, sungguh, doa adalah hadiah terindah dan
teromantis yang bisa kita berikan. Sekian, mudah-mudahan dari tulisan ini, ada satu dua hal yang
bisa memberimu getaran positif.
Tatag kukira ini bahasa Jawa, singkatnya tangguh dan tegar memang dalam hidup ini kita dilatih untuk itu, ya. Menerima kenyataan, menghadapi rintangan, kehidupan memang tidak mudah. Pastinya tetap berdoa dan tatag menghadapi semua ini. Terima kasih sharingnya!
BalasHapus