Badai, Langit Cerah, dan Pelangi

beautiful sky, sumber: pinterest

Beberapa hari terakhir, terdapat beberapa hal yang cukup membuat kepalaku berdenyut. Membuat tidur tidak nyenyak dan terbangun di pagi hari dengan suasana hati yang cukup kacau karena terbangun setiap beberapa jam sekali malamnya. Dan ya, aku merasa pusing ketika beranjak dari kasur.

Hal itu juga berdampak pada selera makanku. Biasanya, ketika mama masak apa saja, aku akan memakannya. Namun, saat itu, aku makan dengan porsi yang sedikit sekali. Mengapa bisa begitu? Baiklah.. daripada keruwetan tempo hari semumpel di kepala, aku menulis malam ini.

Sebenarnya, terdapat beberapa hal yang membuat keadaanku seperti itu. Yang pertama, terlalu banyak berpikir tentang habis ini mau apa? Dan, persiapan suatu ajang ke nasional Oktober besok. Ditambah, tuntutan kerja di dua tempat yang bergelut dengan waktu. Semua bertumpuk. DUG DUG DUG. Jadi satu dalam satu waktu dan membuatku mumet.

Aku mulai bertanya-tanya, setelah lulus dari UNS, mau ke mana kaki ini melangkah. Sudah ada sih rencana matang dan mimpi akan suatu hal. Tapi, awalnya orang tuaku tidak terlalu setuju dengan pilihan yang aku ambil. Aku mulai cemas dan berpikir tentang hari esok. Aku yang terlihat tidak OK di rumah pun segera disadari orang tuaku sehingga aku ditanya ‘ada apa?’ dan awalnya aku mengatakan semua baik-baik saja tapi.. namanya juga orang tua, beliau nggak bisa dibohongi.

Akhirnya, aku menceritakan keluh kesahku dan keresahanku tentang setelah lulus jenjang sarjana ini bakal gimana. Aku mencoba berkomunikasi dengan baik, menceritakan keresahan dan pilihanku yang mungkin bisa membuatku lebih bahagia di masa depan. Mungkin mereka tersentuh, wkwk. Alhamdulillah, akhirnya mama dan ayah membebaskan aku mau bermimpi apa, kata mereka, asalkan itu membuatku bahagia, kenapa tidak :’). Mamaku bilang, beliau nggak mau lagi memaksakan pilihannya dan alhamdulillah, beliau akan mendukungku sepenuh hati.

Itulah mengapa aku pernah bertanya melalui WhatsApp story kepada teman-teman, setelah lulus S-1 pada mau ngapain karena pengen tahu banyak perspektif. Beragam jawabannya, ada yang pengen lanjut S-2, kerja, menikah, berkarya, dan menambah keterampilan hidup. Aku turut senang ketika teman-teman percaya padaku saat menceritakan mimpinya. Aku doakan ya supaya kalian bisa mendapatkan yang terbaik setelah ini.

Oke, masalah satu selesai. Sekarang, aku tidak terlalu berpikiran lebih (overthinking). Karena.. masa depan nggak ada yang tahu. Dan masa depan yang paling pasti adalah KEMATIAN. Huhu, seharusnya itu ya gais yang paling dipersiapkan tapi kok ya sering luput. Sekarang, prinsipku.. kalau aku overthinking terhadap sesuatu, aku akan segera mengambil aksi untuk menghadapi ketakutan yang kupikirkan. Berlarut-larut dalam overthinking nggak baik, padahal banyak tanggung jawab yang mesti aku kerjakan di hari sekarang. Kalau sesuatu itu masih bisa aku kontrol, aku akan berusaha sebaik mungkin melakukannya, tapi kalau bicara masa depan, itu ranah Tuhan, manusia hanya bisa berusaha. Mending, aku fokus terhadap sesuatu yang di depan mata. Yang sedang dijalani, ya udah lakukan dengan baik.

Lalu, mengenai persiapan suatu ajang nasional di bulan Oktober besok, aku sempat kaget, ternyata banyak juga ya yang mesti dipersiapkan dan dilakukan. Pernah satu waktu, sebagai jurnalis kampus, berita yang aku tulis diminta untuk dijadikan konten oleh tim sosmed karena dianggap menarik, otomatis aku harus menulisnya dengan sepenuh hati agar tulisanku dapat menyentuh pembaca. Di sisi lain, sebagai editor di fakultas, ada beberapa berita yang menumpuk dan harus segera diedit, maklum ya, kalau akhir bulan para jurnalis sering ngebut buat kejar target. Hey, kalau kamu salah satu dari jurnalis itu, tolong jangan buat aku hampir semaput karena  jungkir balik ngedit tulisan di akhir bulan yaa, haha. Nah, selain itu, ada koordinasi persiapan ajang nasional itu. ITU SEMUA DALAM SATU WAKTU. Rasanya, jadi pengen main ke planet tetangga sebelah, berangkat pakai baling-baling bambu.

Tapi.. tapi. Aku mencoba menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya agar bisa berpikir jernih. Pikiranku penuh saat itu. Aku mengerjakan sesuatu dengan perasaan nggak nyaman. Akhirnya, aku berhenti bekerja dan menonaktifkan ponsel lalu berdiam diri. Lalu, aku mulai menangis, menumpahkan kekesalan.. juga mengadu sama Allah kalau aku capek. Di sela-sela menangis, aku jadi teringat, bukankah orang hebat tidak lahir dari suatu kemudahan? Pasti banyak gelombang atau badai yang menerpanya. Well, aku memang bukan orang hebat tapi aku belajar dari orang-orang hebat, yang kalau mendapatkan masalah, mereka nggak lari dari masalah tapi menghadapinya dengan gagah. Aku pun berdzikir mencari ketenangan dan berdoa agar dikuatkan menghadapi semua.

Aku sadar, tugas yang bejibun itu ada, juga karena pilihanku secara sadar. Mau nggak mau, aku harus mengambil konsekuensi dari setiap pilihan yang telah aku ambil. Bersyukurnya diriku, aku dikelilingi oleh rekan kerja dan teman yang positif. Ohya, aku juga bekerja di bidang yang aku suka; jurnalistik dan menulis. Jadi, walau capek, walau serasa hectic di akhir bulan karena ngedit berita yang jumlahnya bikin istighfar itu, aku tetap enjoy. Malah kadang tertawa melihat kelakuan teman-temanku, juga aku, yang selalu ngebut tulisan di akhir bulan. Tapi, aku suka bidang ini dan mengerjakannya dengan hati dan terkadang dalam menjalankannya, selalu ada hal baru yang bisa aku pelajari. Pernah entah karena saking menghayatinya atau bagaimana, ketika aku sedang mengedit sebuah berita, aku menangis. Iyaa, menangis karena membaca isi berita yang berisi prestasi seorang mahasiswa dalam ajang cerpen. Alur yang ia buat tentang perjuangan seorang ibu, berhasil membuat air mataku mengalir, padahal cuma baca cuplikannya doang tapi nggak tau ya, kalau aku membayangkan, kok berat hidupnya. It taught me to be more grateful at the moment.

Aku bersyukur kepada Allah telah memberikan kesempatan-kesempatan ini padaku. Aku menjadi pribadi yang lebih kuat dan mandiri. Terinspirasi dari temanku, semenjak aku magang kerja di Humas UNS dan di rumah aja karena pandemi, aku nggak minta uang bulanan lagi ke orang tua karena sadar kondisi sedang nggak baik-baik aja di masa pandemi ini dan aku pengen meringankan beban orang tua. Maka, aku harus bisa berdiri di atas kaki sendiri.

Sebenarnya, saat itu, karena kebutuhanku lumayan banyak, seperti membeli buku, kuota, bensin, beli tanaman (hadeh, ini penting nggak penting tbh), jajan, dan skincare, maka budget bulananku mepet kalau hanya mengandalkan pendapatan magang di Humas. Aku pun mencari lowongan di Linkedin untuk mencari uang tambahan, sudah melamar sana-sini, nggak ada yang nyangkut, eh ada satu yang nyangkut, tapi aku nggak sreg, jadi nggak aku lanjutkan ke tahap berikutnya. Nggak lama setelah penolakan itu, Maha Pengasih Allah, aku dihubungi seseorang dan dinyatakan menjadi editor berita di fakultas. Fiuh, alhamdulillah, Allah selalu menolong di waktu yang tepat. Itulah kenapa, kalau aku membeli barang selalu pikir-pikir. Prinsipku, jangan membeli hanya karena ada uang. Pikir dulu apakah itu kebutuhan atau hanya sekadar lapar mata.

Susah sih ini awal-awalnya, karena dulu pas ada uang bulanan, kalau mau beli sesuatu ya tinggal beli aja. Tapi, karena sekarang dari pendapatan sendiri, ya, pikir-pikir lah mana yang butuh mana yang enggak. Prinsipku dalam membeli barang, beli yang bagus sekalian biar awet, itulah kenapa perlu nabung dulu dan mengalokasikan pendapatan bulanan sekian persen untuk sesuatu yang ingin aku beli, jadi nggak langsung beli gitu walau duit ada. Aku nggak mau besar pasak daripada tiang.

Sekarang bagaimana perasaanku? MUCH BETTER, alhamdulillah. Aku menguraikan beberapa masalah tadi satu per satu, lalu menuliskannya, dan mengurutkan mana yang harus segera diselesaikan. Percaya deh, daripada overthinking, mending langsung ambil aksi aja. Pekerjaanmu numpuk, kalau bukan kamu yang nyelesein siapa lagi, emang kamu punya Doraemon yang punya barang-barang ajib buat bantu tugasmu? #NgomongKeDiriSendiri.

Selain itu gais, aku mau cerita sedikit, tentang.. MATA YANG ENAK DIPANDANG. Kalimat ini mungkin nggak asing bagi kalian yang pernah baca kumcer karya Eyang Ahmad Tohari. Yap, aku pun pernah membaca versi bahasa Indonesianya ketika SMA, minjem dari perpustakaan. Beberapa hari terakhir, buku kumcer ini menemaniku lagi, tapi versi bahasa Inggrisnya. Satu hari aku baca satu bab dan pasti selalu berakhir dengan air mata. Bukan, bukan karena kisahnya yang tragis namun lebih kepada citra cerita yang simpatik dan penuh ketulusan hati para tokohnya.

Kamu tahu apa itu mata yang enak dipandang? Mata-mata yang enak dipandang adalah mata-mata orang yang suka memberi, penuh welas asih, dan simpatik. Aku meleleh dengan makna kalimat yang mendalam ini. Dulu ketika SMA, setelah membaca kalimat ini, dalam hati aku berseru, “Aku harus menjadi orang dengan mata yang enak dipandang itu!” Ah, tapi seiring berjalannya waktu, kadang aku belum bisa sebaik itu :’) dan buku ini kembali mengingatkan tujuan awalku. Jadi, banyak teman yang bertanya juga, “Setelah lulus S-1, kamu mau ke mana, Zal?” Biasanya, aku tidak mau menjawab dengan gamblang dan memilih merahasiakannya. Oke, aku beri tahu di sini ya. Setelah lulus S-1, insyaallah aku akan mengejar mimpi dan keinginan besarku yang sempat tertunda. Tujuh tahun lamanya penantian itu :’), terkadang hatiku berbisik, pantas kah aku? Ah, ini pilihan yang berat karena aku harus menunda mimpiku yang lainnya, tapi tekadku sudah bulat untuk mengejar keinginan yang tak teraih di masa lampau ini. Keinginan apa itu? Rahasiaaaa :p, plak, hahaa.

Yang jelas.. mau ke mana aku dan jadi apa kelak, tujuanku masih sama, aku ingin menjadi seseorang dengan mata yang enak dipandang. Terdengar penuh gaya, ya? Haha. Nggak tau deh. Tapi semoga Tuhan berkenan melembutkan hatiku dan hatimu juga agar tetap menjaga sikap welas asih itu. Aku tahu, mungkin beberapa orang beranggapan kalau orang-orang yang penuh welas asih itu rentan dimanfaatkan atau bahkan dibodohi. Aku beri tahu ya, orang-orang baik yang aku kenal mereka itu punya hati yang tulus (genuine). Jadi, mungkin kalau di sini masih ada yang merasa senang bisa memanfaatkan kebaikan orang-orang baik itu, jangan salah. Mereka nggak merasa dirugikan karena mereka menolong dengan ikhlas dan hanya berharap balasan dari Tuhan. Maka, Tuhan selalu bersama orang-orang baik itu. Jadi, backingan mereka kuat.

Mengakhiri tulisan yang rada panjang ini, kalau kamu juga sedang overthinking dan merasa semua hal numpuk jadi satu sehingga ruwet, tarik napas dalam-dalam, keluarkan. Dan berhenti sejenak! Habis kamu baca tulisanku, segera nonaktifkan ponsel yang menjadi sumber distraksi terbesar di abad ini ya! Cobalah berpikir dengan mindfulness. Tanya ke dirimu, mengapa bisa begini? Bagaimana perasaanmu? Kalau kacau, apa sumber kekacauan itu? Mengapa bisa terjadi? Lalu, pikirkan solusi dan aksi apa yang segera bisa kamu lakukan. Terakhir, kalau kamu merasa bersalah karena melakukan suatu kesalahan, it’s okay, setiap orang pasti ada khilafnya kok, maafkan dirimu ya, oke? Kamu berharga, ingat itu. Kalau belum mempan, coba healing dengan menulis, ini akan membantu. Terakhir dan yang paling penting, segera hubungi Tuhan, pintu doa selalu terbuka 24 jam. Jadi, jangan putus asa dulu ya, kan ada Allah Yang Maha Mendengar segala keluh kesahmu :), setelah badai reda, pasti langit akan menjadi biru cerah dan muncul pelangi setelahnya. So, this too, shall pass.

NB: Kalau kamu butuh teman cerita, hubungi aku di azaliazalfaa@gmail.com, I’ll hear, insyaallah

 

Belum ada Komentar untuk "Badai, Langit Cerah, dan Pelangi"

Posting Komentar

Silahkan memberikan saran dan masukan :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel